Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Akulturasipada Baju Koko

Kompas.com - 04/09/2010, 04:45 WIB

Oleh Irene Sarwindaningrum dan Hendriyo Widi

Selama Ramadhan, baju koko seolah menjadi busana ”wajib” bagi umat Muslim Indonesia. Sebenarnya, pakaian ini berasal dari China, yang kemudian diadaptasi sebagai busana muslim. Bagaimana ceritanya?

Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mungkin dapat mewakili booming baju koko. Selama Ramadhan, baju koko bak primadona yang diburu ribuan pengunjung yang memadati pusat perdagangan tekstil itu.

Kios Labo,Ce, misalnya, dapat menjual 350-an potong baju koko setiap hari. ”Harganya Rp 100.000- Rp 130.000 per potong,” kata Syafrizal, pemilik kios, Sabtu (28/8).

Tampilan baju koko cukup khas: atasan longgar, lengan panjang, tanpa kerah, dengan beberapa variasi sekitar leher atau hiasan di bagian dada. Kini muncul pula berbagai variasi, yang sebagian mengacu pada tokoh-tokoh terkenal. Ada baju koko model SBY, Ridho Roma, Pasha ”Ungu”, atau Ustaz Jeffry Al Buchori alias Uje.

Baju koko ala Uje dihiasi bordiran berbentuk ”U” pada bagian dada. Model SBY berwarna biru atau merah marun. Gaya Ridho Roma semeriah pentas dangdutnya: panjang hingga lutut, dengan bordiran pada bagian depan hingga pinggang.

Pengembangan baju koko juga berlangsung di daerah. Di Kudus, Jawa Tengah, ada rancangan khusus untuk anak-anak. Bordirannya memadukan gambar Upin-Ipin, tokoh animasi dua anak botak itu, dengan tulisan pesan-pesan Islam. ”Lewat busana, kami ingin sampaikan pesan moral yang baik,” kata Istaidah (36), pengusaha konfeksi Al-Furqon Fashion, Kudus, Jawa Tengah.

Mal tak mau ketinggalan. Selain memajang baju koko, pusat perbelanjaan juga membuat peragaan busana. Contohnya, pergelaran Trend Busana Lebaran 2010 di Mal Citraland, Jakarta, Rabu (25/8).

Adaptasi

Di balik booming baju koko, ada sejarah akulturasi yang menarik. Peneliti sejarah JJ Rizal mengungkapkan, baju koko merupakan modifikasi baju sehari-hari lelaki Tionghoa peranakan abad ke-19 yang disebut tui-khim. Masyarakat Tionghoa biasa memadunya dengan celana komprang. ”Karena nyaman dan sopan, baju ini kemudian populer sebagai baju santai untuk semua orang,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com