Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Big Brenyitz Ingin Besar di Usia Muda

Kompas.com - 26/11/2010, 19:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah kelesuan industri musik untuk anak Indonesia, Big Brenyitz, band dengan formasi Itamar Lemmuela Barbaline Kondologit (vokal), Syahravi Dewanda (gitar), Eki Aditya Triatmaja (bas), dan Diza Maharratri Nasution (drum dan vokal), muncul bagai mata air jernih untuk mengobati dahaga akan lagu-lagu anak negeri ini. Mereka menawarkan album perdana, Eagle in My Soul, dengan single pertama berjudul sama.

Single "Eagle in My Soul" disuguhkan dengan world classic music berpadu pop-rock dan liriknya menggunakan dua bahasa, Inggris dan Papua. Dengan lagu tersebut dan lagu-lagu lain dalam album mereka, Big Brenyitz berusaha memberikan sajian yang layak untuk anak. "Eagle in My Soul itu untuk menunjukkan kecintaan kami kepada Indonesia. Liriknya kami bikin ke dalam bahasa Papua dan bahasa Inggris," kata Syahravi atau Ravi ketika berbincang di kantor Kompas.com, Jakarta, Rabu (24/11/2010) siang.

Big Brenyitz sengaja mengandalkan kedua bahasa tersebut untuk mencuri perhatian. "Ini lebih ke strategi label Suara Hati saja. Kami juga ingin menunjukkan kalau bahasa Papua, yang punya lebih dari 300 subbahasa, menarik untuk jadi lagu," ungkap Itamar, putri vokalis Edo Kondologit, yang berasal dari Papua.

Proses penulisan lirik lagu pun panjang. "Jadi, lirik lagunya kami bikin dalam bahasa Indonesia semua, terus dikasih ke Om Edo Kondologit, Papa Itamar, untuk dikasih lagi ke kakeknya di Sorong buat dibikin ke dalam bahasa Papua. Dari situ dikirim lagi ke Jakarta sudah dalam bahasa Papua dicampur ke bahasa Inggris," papar Diza.

Single kedua, "Jangan Jaim", juga karya Big Brenyitz, mewakili sikap yang semestinya dimiliki oleh ABG berusia 12-15 tahun. "Single keduanya, 'Jangan Jaim', ini diangkat dari kehidupan keseharian kami saja di lingkungan," ungkap Diza.

Big Brenyitz tak menutup mata dari kenyataan bahwa lagu-lagu anak sedang tergilas oleh lagu-lagu remaja dan dewasa dalam industri musik Indonesia. "Memang lagu remaja saat ini enak-enak, tapi kalau untuk usia anak-anak enggak cocoklah," ujar Diza. 

Namun, Big Brenyitz tidak mau disebut sebagai pelopor kebangkitan musik untuk anak. "Musik kami enggak terlalu anak-anak dan dewasa. Tapi, kami juga bukan role model buat mengajak teman-teman bikin band, tapi lebih mengajak untuk kreatif aja," aku Ravi. "Kami ingin menginspirasi dari hal yang lain karena berprestasi bisa dari non-akademik," timpal Diza. 

Big Brenyitz mengaku sadar bahwa kejujuran bermusik mereka akan diuji oleh waktu. "Sekarang umur kami 12-15 tahun. Seiring berjalannya waktu, kami pasti akan menyanyikan lagu remaja. Sejalan bertambahnya umur, pasti musikalitas kami bertambah. Enggak mungkin lagi nyanyi lagu yang kaya 'Diobok-obok' (Joshua Suherman)," kata Itamar. "Apalagi, nama Big Brenyitz itu diambil dari berenyit, yang artinya ikan kecil, karena umur kami masih belasan. Kalau Big itu karena kami mau jadi (band) besar di usia kami yang masih muda," katanya lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com