Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayang Orang Rock Ekalaya: Bandung Retro

Kompas.com - 14/03/2014, 17:13 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Bagi yang kangen opera rock seperti yang mewabah pada era 70-an, akan dihelat Wayang Orang Rock Ekalaya di Tennis Indoor Senayan, Sabtu (15/3/2014) malam.

Pengusungnya adalah sebagian anak muda Bandung dan Jakarta yang akrab dengan pergaulan anak muda Bandung. Karena itu, pergelaran wayang rock mengingatkan kita pada sosok anak muda Bandung era 70-an, seperti Harry Roesli yang memanggungkan Rock Opera tahun 1970-an dan Remy Sylado yang memanggungkan Jesus Christ Superstar tahun 1980 dan 1981. Namun, pergelaran Wayang Orang Rock Ekalaya, yang cenderung melihat dunia secara lebih santai, berbeda dengan Rock Opera atau Jesus Christ Superstar yang lebih serius dan banyak memuntahkan kritik sosial.

Disutradarai Arie Dagienkz dibantu Wawan Sofyan, penata musik Bontel "Float" dan Nanang Hape, direktur artistik Hardiman Radjab, Wayang Orang Rock tampaknya mengusung apa yang biasa disebut anak muda dengan istilah semangat retro nan jadul. Musik yang bakal mereka tampilkan didominasi musik era Elvis Presley, The Doors, Led Zeppelin, Rolling Stones, The Beatles, Iron Maiden, Dream Theater, Metallica, Guns N' Roses, dan Bon Jovi. Ada pula beberapa lagu rock Indonesia yang ditampilkan, antara lain Radja dan /rif.

Meski begitu, kata Bontel, pemilihan lagu sebenarnya lebih disesuaikan dengan adegan yang dimainkan. Sebagian lagu dipilih karena liriknya, sebagian lagi karena suasana yang dihadirkan musiknya cocok dengan adegan.

"Ada 22 lagu yang dimainkan dalam bentuk potongan. Hanya dua lagu yang dimainkan secara utuh," ujar Bontel.

Musik dimainkan secara bergantian oleh band atau musisi rock yang malang melintang di panggung rock Tanah Air, seperti Stevie Item, Candil, Koil, Seringai, /rif, Netral, Wor Band, dan The Brandals. Musik rock "dikawinkan" dengan unsur musik gamelan yang digarap oleh Nanang Hape. Bunyi rebab pada sebuah adegan ternyata dihasilkan oleh biola yang--menurut Nanang--dimainkan ala Banyuwangi. Eksperimen serupa banyak dilakukan musisi Indonesia era 70-an.

Selain musik hard rock, suasana retro muncul dalam kostum jadul serta seni visual multimedia yang menampilkan citra surealis yang seolah mengajak kita ke dunia khayalan dan mimpi. Pada zamannya, kelompok seperti Yes, Led Zeppelin, dan Pink Floyd kerap menampilkan gambar-gambar surealis pada piringan hitam atau kaset-kaset mereka.

Lentur
Di luar teknik pemanggungan, semangat produksi pentas yang diproduseri Happy Salma itu dalam beberapa hal berbau underground, indie, penuh fleksibilitas, dan kebebasan. Dari sisi ide, sang sutradara Arie Dagienzk, misalnya, dengan enak meletakkan lakon wayang ke dalam dunia rock. Jika tokoh-tokoh dalam dunia pewayangan sakti mandraguna berkat laku tapa, latihan kanuragan, dan semacamnya, tokoh-tokoh dalam pewayangan rock sakti karena menguasai permainan gitar. Istilah sakti juga sering mereka ganti dengan keren.

Tokoh paling sakti adalah Durna (diperankan Jikun, gitaris /rif) yang menguasai segala teknik bermain gitar mulai dari pop, klasik, heavy metal, thrash metal, tapping, hingga shredding. Namun, yang membuat Durna amat sakti adalah dia menguasai satu teknik permainan gitar tertinggi di dunia yang disebut Shredding Danurwedha.

Karena Shredding Danurwedha tersebut, Ekalaya (Stevie, gitaris Andra and The Backbone) ingin sekali berguru kepada Durna. Ekalaya sendiri bukan orang sembarangan. Ia tokoh yang memiliki ilmu gitar sangat tinggi lantaran sejak kecil di jarinya tertanam sebuah pick gitar sakti: Pick Mustika Ampal! Dengan pick gitar itu, dia bisa mempelajari lagu rock apa saja.

"Saya membayangkan di dunia pewayangan tokohnya rocker semua, pasti asyik, kan," ujar Arie Dagienkz yang pada 2012 membuat sandiwara wayang gaul di Motion Radio 97,5 FM, Jakarta.

Beberapa jurus yang dipakai saat menggarap wayang gaul di Motion Radio dipakai juga dalam Wayang Orang Rock. Dagienkz, misalnya, meletakkan dunia wayang yang lentur ke dalam lanskap kehidupan masyarakat urban Jakarta. Wayangnya bersikap lebih santai, suka nyeletuk, biasa bicara elu-gue, akrab dengan ponsel pintar, suka mencari lokasi suatu tempat dengan Google Maps, gemar ngobrol di media sosial, dan senang membicarakan hal remeh-temeh.

Wayang Orang Rock memang diproduksi dalam suasana yang lebih longgar, lentur, dan cukup bebas. Tidak seperti produksi-produksi panggung sekarang yang umumnya rigid dan sangat mekanistik—ciri khas semangat yang sangat industrial—produksi. Wawan Sofyan yang membantu penyutradaraan membiarkan pemeran berbicara dengan bahasa dan lelucon kota khas mereka.

"Itu, kan, ciri khasnya Dagienkz yang tidak bisa dihilangkan. Koreografi, akting, dan bahasa tubuh pemain juga dibiarkan longgar sebab mereka bukan aktor panggung, melainkan penyanyi atau musisi rock. Meski begitu, alur dramatiknya tetap kita jaga," ujar Wawan.

"Menyenangkan, berkarya dalam suasana santai dan gembira," tambah Wawan.

Itulah semangat zaman sekitar 40 tahunan lalu, yang kini tinggal kenangan. (BSW/BRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com