Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"The Great Composers": Antara Anyer dan Astaga

Kompas.com - 06/09/2015, 15:30 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Lagu-lagu gubahan James F Sundah dan Oddie Agam ikut mewarnai belantika musik pada era 1980-an sampai 1990-an. Lagu James bahkan sudah kondang sejak paruh kedua 1970-an, yaitu "Lilin-Lilin Kecil". Produser Seno M Hardjo dari label Target Pop menampilkan lagu-lagu karya mereka lewat album seri The Great Composers.

Album memuat 12 lagu (lihat foto sampul album). Lagu "Lilin-Lilin Kecil" gubahan James F Sundah dipopulerkan Chrisye lewat ajang Lomba Cipta Lagu Remaja 1977. Chrisye membawakan dengan suara khas, cenderung lembut, bertempo sedang. Kini di album The Great Composers, penyanyi Virzha membawakan dengan gaya vokal yang serak-serak rock. Ditambah cita suara gitar rock yang cukup keras, sang Lilin terkesan menjadi lebih keras dan menjadi lagu berasa slow rock. Ia tidak jatuh menjadi keras banget, karena ada sentuhan orkestra, dan sedikit pengubahan chord, pada bagian refrein. Terkesan keras-keras, tegas, tapi manis.

"September Ceria" karya James yang dibawakan dengan gaya centil Vina di album Citra Pesona (1982) kini disuarakan penyanyi Maruli Tampubolon. Tentu tidak lagi bergaya centil. Lagu "Memori" karya Oddie Agam yang dulu dilantunkan Ruth Sahanaya kini dinyanyikan Richard Chriss. Sebaliknya, "Arti Kehidupan" gubahan Oddie yang dulu dipopulerkan Mus Mudjiono kini dipercayakan pada penyanyi perempuan Maria Calista.

Mereka membawakan lagu lawas itu dengan penafsiran masing-masing; dengan penggarapan musik yang berbeda dengan versi lagu sebelumnya. Produser Seno M Hardjo mengonsep dan merancang pengemasan setiap lagu sesuai dengan rasa hari ini.

Sebuah lagu memang terbuka untuk ditafsir ulang, direinterpretasi, lewat aransemen baru. Seperti itulah kira-kira konsep album The Great Composers: James F Sundah & Oddie Agam. Bagi yang pernah mengalami masa popularitas lagu-lagu tersebut, terlebih yang punya kenangan pribadi, ada kemungkinan mereka akan membandingkan lagu versi lama dan versi baru. Bagi telinga yang belum terlalu akrab, atau malah belum mengenal materi lagu pada album tersebut, mereka akan menerimanya sebagai lagu baru.

Antara "takdir" dan karya
Apakah lagu versi pembacaan baru itu akan populer seperti lagu versi "original"-nya? James F Sundah dan Oddie Agam punya cerita di balik lagu-lagu tersebut.

Bagi James memang, hal itu sebuah tantangan. Ia memberi contoh lagu "I Will Always Love You" gubahan dan dinyanyikan penyanyi country Dolly Parton pada 1974. Lagu itu menjadi sangat populer saat dinyanyikan kembali oleh Whitney Houston pada 1992 sebagai bagian dari lagu film The Bodyguard yang dibintanginya bersama Kevin Costner.

James mengutip pendapat yang mengatakan bahwa popularitas sebuah lagu itu merupakan gabungan antara karya dan "takdir". Semua pencipta lagu dan produser ingin karya mereka menjadi yang terbaik.

"Tapi, meski sebagai karya bagus, kadang secara 'takdir' ada yang meleset, atau tidak klop saat ditangkap oleh produser eksekutif dan penyanyi," kata James.

"Kami itu bikin lagu, bukan bikin hit. Hit itu menjadi dengan sendirinya," kata James tentang "takdir" lagu tersebut.

Ia memberi contoh lagu "Ironi" yang ia gubah bersama Dodo Zakaria. Mereka punya gagasan sama, tapi dari inspirasi yang berbeda. Gagasan itu adalah tentang orang yang hidupnya ironis, selalu sial. James mendapat ide dari film Missing (1982) arahan sutradara Costa Gavras yang dibintangi Jack Lemmon dan Sissy Spacek. Adapun Dodo terilhami oleh pengalaman membaca komik Tintin.

"Kami mengalir saja gantian bikin. Kami enggak tahu nanti penyanyinya siapa. Beberapa tahun kemudian kami ketemu produser yang mau memproduksi album duet Lydia dan Imaniar. Saya bilang pada Dodo, 'Do, lagu kita kayaknya sudah ketemu penyanyinya' ha-ha...," tutur James mengenang.

Disebut "ketemu" karena secara teknis, lagu "Ironi" menuntut kemampuan vokal dengan ambitus atau rentang nada yang cukup lebar. Vokal Imaniar mampu menjangkau nada cukup tinggi, sedangkan Lydia mantap di nada rendah. Lagu tersebut populer lewat album Dia Milikku (1985).

Lagu "Astaga" juga sudah digubah James 7 tahun sebelum kemudian dipopulerkan Ruth Sahanaya pada album pertamanya, Seputih Kasih, tahun 1986. Kini "Ironi" dibawakan Yovie-Nuno dan "Astaga" dilantunkan Monkeyboots.

Otonomi kreativitas
Kreativitas penggubah lagu, menurut Oddie, adalah "hak otonom" sang penggubah. Lagu yang ia bikin tidak terintervensi oleh kepentingan di luar penciptaan itu sendiri. Misalnya saat menulis "Antara Anyer dan Jakarta", ia sama sekali tidak merancang khusus untuk Sheila Madjid yang kemudian memopulerkan lagu tersebut. Begitu juga lagu "Wow" yang dipopulerkan Vina Panduwinata.

"Saya enggak pernah bikin lagu buat orang. Semua lagu untuk diri sendiri, dengan range vokal sesuai jangkauan vokal saya," kata Oddie.

Dikatakan, produserlah yang datang untuk mencari lagu yang cocok untuk penyanyi yang akan diproduksinya.

Bagi Oddie, dalam industri musik itu keberhasilan sebuah lagu merupakan kerja kolektif. Ada peran produser, penggubah lagu, penata musik, penyanyi, dan seluruh unsur dalam produksi untuk menjadikan sebuah lagu menjadi terdengar.

"Sekarang ini kalau lagu bagus, penyanyi bagus, produksi bagus, tapi kalau enggak ada promosi? Lagu bisa ngilang begitu saja," kata Oddie.

Seri album The Great Composers menarik disimak untuk menguji bukan hanya kekuatan lagu, melainkan juga kemampuan artis dan produser menafsir ulang lagu yang pernah menjadi hit. (XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com