Namun, ketenangan itu mulai terusik. Thomas merasakan keanehan, di mana setiap pekan beberapa remaja pergi dan tak pernah kembali. Lalu Teresa yang terus menerus menjalani tes medis misterius. Benar saja, kecurigaan Thomas terbukti ketika ia dan remaja laki-laki dari Glade B bernama Aris (Jacob Lofland) menemukan fakta mengejutkan.
Thomas dan kawan-kawan memutuskan kabur. Sayangnya, apa yang mereka hadapi di luar sana lebih mengerikan. Lagi-lagi, mereka harus berlari kencang menyelamatkan diri dari serangan manusia-manusia ganas, virus mematikan, badai listrik, gerombolan yang ingin menjual mereka, juga dari kejaran pasukan pimpinan Janson di tengah padang pasir bernama The Scorch.
Selama 131 menit, film yang diangkat dari buku kedua karya James Dashner ini mengajak penonton menahan napas, menutup mata, memekik, hingga terengah-engah mengikuti pelarian Thomas dan kawan-kawan.
Tanpa efek visual yang berlebihan namun tetap apik, sutradara Wes Ball mampu menciptakan ketegangan yang seakan tiada henti lewat penuturan cerita dan efek suara. Sayangnya, penonton masih disuguhkan dengan premis cerita yang tak jauh berbeda bahkan hampir serupa dengan film-film petualangan remaja adaptasi novel seperti Hunger Games dan Divergent, yakni jagoan remaja laki-laki atau perempuan yang melawan organisasi jahat. Tetapi, dari segi sinematografi, efek visual, hingga efek suara Maze Runner: The Scorch Trials masih lebih unggul.