Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menonton Indonesia dari Layar Lebar

Kompas.com - 04/06/2017, 20:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Kehadiran film yang mengangkat lokalitas cerita, dialek, dan bahasa di layar lebar ibarat angin segar.

Sebut saja film Parakang, Uang Panai, serta Surau dan Silek yang percaya diri tayang di layar bioskop besar. Indonesia memang tidak sesempit ibu kota Jakarta.

Baca juga: Tembus Box Office Indonesia, Uang Panai Bukti Eksistensi Film Daerah

Puluhan tahun lalu, legenda hantu di Sulawesi Selatan, parakang, hanya dikisahkan dari mulut ke mulut di kampung- kampung.

Sosok hantu itu diceritakan demi "menakut-nakuti" anak-anak agar tidak bermain saat petang. Kini, parakang beraksi di bioskop di sejumlah kota.

Film berjudul Parakang (Manusia Jadi-Jadian) yang mulai tayang pertengahan Mei itu garapan sineas Makassar. Hingga 2 Juni, film itu masih diputar di Makassar.

Kisahnya tentang perempuan Bugis-Makassar, Linda (Firda Noweldin), yang harus menerima kenyataan dirinya keturunan parakang.

Dalam perjalanannya, Linda berkonflik dengan diri, kekasih, teman kerja, keluarga, dan warga kampungnya.

Parakang yang digambarkan berkuku panjang, lidah menjulur, dan pakaian kehitaman mengincar ibu hamil dan usus manusia.

Untuk mengelabui warga, parakang berganti wujud mulai dari pohon pisang, kucing, hingga manusia lainnya.

Meski sosok parakang kerap muncul sepanjang film sehingga rasa penasaran penonton tidak lagi menggebu, suara yang mengagetkan masih menjaga suasana seram.

Kualitas gambar dan akting beberapa pemain masih terlihat agak kaku di sejumlah adegan.

"Banyak pemeran yang baru kali ini main film. Ini eksperimen," ujar sutradara Parakang, Abdul Rodjak, Kamis (1/6/2017).

Terlepas dari kekurangannya, film produksi Artalenta Media Sinema dengan 786 Production itu berani memberi warna baru dalam genre horor layar lebar Tanah Air. Selain hantunya, gambar, dialek, dan bahasa yang dihadirkan juga asal Bugis-Makassar.

Beberapa kali lanskap Kota Daeng yang padat bangunan beton terekam drone. Dialek yang terdengar "lucu" khas daerah setempat juga mengundang tawa penonton.

Kosakata setempat, seperti tabe' (permisi), kasi'na (mengasihani), dan boya (mencari), beberapa kali muncul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com