Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas Minggu
Desk Kompas Minggu harian Kompas

Desk Kompas Minggu (Koming) Harian Kompas, JL. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta. Pasukan Koming: INE, CAN, SF, NAW, MHF, WKM, DWA, EKI, DOE, FRO. Akun ini digunakan untuk menampilkan teaser dari tulisan-tulisan yang tayang di Kompas Minggu. Selengkapnya, baca koran Kompas Minggu atau versi digitalnya bisa diakses di Kompas.ID.

Surya Sahetapy dan Kisah Bahasa Isyarat yang Bisa Membuat Awet Muda

Kompas.com - 22/07/2017, 19:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Si ganteng Panji Surya Putra Sahetapy (23) membuktikan bahwa menjadi tuli bukanlah kecacatan.

Seringkali, orang tertipu menganggapnya sebagai orang dengar karena Surya piawai berkomunikasi dengan membaca bibir walaupun ia tak dapat mendengar secara total.

Dari kesunyian dunia tanpa kata, Surya melangkah penuh percaya diri ke dunia yang riuh dengan luapan kata-kata. 

Ditemui Kompas di rumah di Kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, pada Senin (17/7/2017), Surya yang beribu penyanyi Dewi Yull dan berayah Ray Sahetapy menyuguhkan keramahan sepanjang pertemuan selama lebih kurang dua jam.

Meskipun berbicara lancar dan menyerap kalimat lawan bahasanya dengan membaca bibir, Surya tetap menyelingi omongannya dengan gerakan tangan dan mimik ekspresif yang merupakan bahasa kaum tuli.

Sejak tahun 2014, Surya terlibat mengajar bahasa isyarat untuk masyarakat umum dan mengedukasi tentang dunia bahasa isyarat. Edukasi itu juga termasuk bagaimana membedakan terminologi tuna rungu dan tuli.

“Selama ini, masyarakat memakai kata tunarungu dan menganggap kata tuli itu sebagai bahasa kasar. Buat kami, tunarungu justru kasar. Tuli merupakan terminologi sosial budaya, merepresentasikan bahwa kami adalah pengguna bahasa isyarat. Tidak ada malu,” kata Surya yang menjadi delegasi tuli asal Indonesia ke PBB dan NASA pada tahun lalu.

Kata tunarungu justru berasal dari persepsi medis. Tuna berarti rusak sehingga tuna rungu bermakna rusak pendengaran.

“Harus diperbaiki supaya bisa mendengar. Kami tidak butuh. Nggak bisa dengar enggak masalah. Masih ada cara lain seperti bahasa isyarat, terapi wicara, baca bibir. Masih bisa cara lain. Kami mengedukasi supaya semakin banyak masyarakat yang tahu. Orang berfikir bahasa isyarat hanya untuk orang tuli saja. Padahal tidak,” tambah Surya yang kini aktif dalam dunia advokasi untuk pemenuhan hak orang tuli.

Dengan belajar bahasa isyarat, masyarakat tak hanya bisa berkomunikasi dengan orang tuli. Bahasa isyarat ternyata mampu membuat otak lebih aktif. Bahasa isyarat tidak hanya melibatkan kelincahan tangan, tetapi juga gerakan ekspresi di wajah.

Semakin banyak bahasa isyarat yang digunakan maka semakin ekspresif seseorang. Ibarat senam muka, ekspresi intens ketika berbahasa isyarat itulah yang menjadi kunci awet muda dan membentuk wajah yang selalu tersenyum seperti yang dimiliki Surya.

Ikuti perbincangan lebih dalam dengan Surya dalam rubrik Figur Gaya Hidup harian Kompas, Minggu 23 Juli 2017 dan versi digital bisa dibaca lewat Kompas.id. Hadir pula ulasan film tegang Dunkirk, jalan-jalan ke Etiopia, kuliner smoothie bowl, dan udar rasa oleh Bre Redana. (MAWAR KUSUMA WULAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com