JAKARTA, KOMPAS.com--Setelah pendaftaran lomba penulisan naskah lakon teater ditutup pada 31 Mei 2017, panitia lomba telah menerima naskah sebanyak 343 judul dari hampir seluruh pulau dan provinsi Indonesia. Selain DKI Jakarta, Jawa dan Bali, juga dari Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Medan, Lampung, Lahat, Sulawesi selatan, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, NTT, NTB, dan Madura. Sementara seperti mudah diduga, jumlah pengarang dari Jawa Barat, DI Jogjakarta, dan Jawa Timur tampak cukup dominan. Berdasarkan identitasnya, para peserta lomba terdiri dari 19 pelajar, diikuti mahasiswa, pengajar, dan umum.
Dari 343 naskah yang masuk, Tim Seleksi dari Jurusan Teater FSP ISI Jogjakarta yang terdiri dari Dr. Koes Yuliadi, M.Hum, Nanang Arizona M.Sn, Lephen Purwanto, M.Sc, M.Sn dan Philipus Nugroho Hari Wibowo, M.Sn, kemudian memilih 20 (duapuluh) naskah unggulan untuk diajukan ke Dewan Juri yang terdiri dari Noorca M. Massardi (Ketua), Arthur S. Nalan, Nur Sahid, Agus Noor dan Warih Wisatsana.
Dengan mempertimbangkan latar belakang, tujuan, dan manfaat lomba penulisan naskah teater sebagaimana telah diumumkan sebelumnya, serta merujuk pada kriteria penilaian yang meliputi kebaruan tema, menarik dan dapat dipentaskan, koherensi struktur cerita, serta gaya ungkap, pada 22 Juli 2017, Dewan Juri telah memilih 11 (sebelas) naskah lakon unggulan sebelum kemudian menetapkan para pemenangnya.
Nama-nama para Pemenang Terbaik I, Terbaik II, Terbaik III, serta Pemenang Harapan I sampai dengan Harapan VIII akan diumumkan pada puncak acara Pekan Teater Nasional 2017 yang diselenggarakan di DI Jogjakarta pada 10-15 Agustus 2017. Pemenang Terbaik I akan memperoleh hadiah uang tunai Rp 30 juta, Pemenang Terbaik II Rp 20 juta, dan Terbaik III Rp 15 juta. Sedangkan pemenang Harapan I sampai dengan Harapan VIII masing-masing akan memperoleh hadiah Rp 3,5 juta. Selain mendapatkan hadiah dan penghargaan, 10 lakon pemenang juga akan dibukukan dan dijadikan lakon wajib untuk Pekan Teater Nasional 2018.
Sesuai urutan abjad, ke-11 lakon unggulan itu adalah:
1. Dara (karya Bintang Pradipta)
2. Jalan Ke Tumbang Samba (Raudal Tanjung Banua)
3. Jalan Menyempit (Joni Faisal)
4. Janger Merah (Ilbed Surgana Yuga)
5. Kawin Toa (Rano Sumarno)
6. Lila TatKala Ginda (Azaro Verdo Nuary)
7. Pasir Hitam (Taruna Perkasa Putra)
8. Raja Maling (Galih Mulyadi)
9. Ramah Tamak (Reza Ghazali)
10. Re Cura-Cura (Tio Vovan S)
11. Sarekat Djin (Pinto Anugrah)
Mengenai hasil Lomba Penulisan Naskah Lakon Teater 2017 tersebut, Dewan Juri menyatakan, secara umum lakon-lakon yang terpilih memiliki kelebihan dan kekurangan hampir serupa, baik dalam teknis penulisan maupun penguasaan penulis terhadap estetika dan unsur-unsur pemanggungan.
Secara tematis, ada yang mencoba menerangkan ihwal ilmu, teknologi, masa depan dan dunia fiksi ke atas panggung, ada yang mengisahkan tentang persaingan di dunia usaha yang berbuntut konspirasi dan pembunuhan, ada yang berupaya mengungkap sisi gelap dan tragedi kemanusiaan 1965, ada yang secara surealistis dan simbolis bercerita tentang dunia hitam dan korban perundungan seksual, ada yang berusaha mengangkat tradisi carok, dan ada yang secara komikal melukiskan bagaimana seorang preman jatuh cinta untuk pertama kali.
Hal lain yang cukup menarik pada sebagian peserta unggulan kali ini adalah, ternyata kita masih memiliki cukup banyak (calon) penulis lakon teater yang berbakat. Kendati masih ada yang terpengaruh oleh gaya dan tema skenario film dan sinetron, namun ada pula yang betul-betul menguasai teknik pengadeganan dan posisi serta komposisi panggung dan pemain. Para pengarang juga mampu mengungkapkan imajinasi dan pesan ceritanya ke atas panggung, baik secara metaforis, simbolis, maupun melalui adegan-adegan yang realistis.
Namun, fenomena yang lebih menggembirakan lagi adalah, para penulis lakon kita, sebagian sudah mampu mengadopsi dan mengadaptasi khasanah folklore, adat istiadat, tradisi, kearifan lokal, baik sebagai latar, warna, bahkan sebagai sumber gagasan dan inspirasi cerita itu sendiri. Sehingga, kekayaan Indonesia sebagai negeri yang beragam budaya, dan wilayah, cukup terwakili. Dengan demikian, naskah-naskah lakon kita, akan kian berwarna, tidak hanya mewacanakan keberadaan manusia urban dan tragedi manusia modern, tapi juga mampu mengungkapkan keberadaan manusia Indonesia di pedalaman, pesisir, pegunungan dan hutan belantara, dengan pelbagai problematika kehidupannya. (*)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.