Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Seni Bernafaskan Islam dan Festival Istiqlal

Kompas.com - 29/01/2018, 17:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin


Festival Istiqlal ke-III

Sementara membincangkan seni bernafaskan Islam di dunia, waktunya kita kembali ke Tanah Air dan menagih janji rencana Festival Istiqlal tahun ini. Sudah 23 tahun berselang Festival Istiqlal digulirkan pada 1991 dan 1995 silam. Sampai hari ini, belum ada tanda-tanda adanya sosialisasi akan digelarnya festival yang ke-III.

Bangsa Indonesia menjadi saksi, bahwa Festival Istiqlal I dan II waktu itu berhasil menarik jutaan pemirsa dan apresiator di era Orde Baru. Pada Februari tahun lalu, terdengar kabar pemerintah berniat akan membuat gagasan perhelatan yang memiliki benchmark tersendiri bagi Festival Istiqlal 2018, yang direncanakan kick off-nya pada Februari ini.

Namun yang ada adalah sebuah event, akhir Januari ini, adalah pameran berskala tidak besar yang bernafaskan seni Islam, digelar oleh sayap kebudayaan sebuah ormas Islam, di sebuah studio seniman di Yogyakarta. Selebihnya, tentang Festival Istiqlal III itu raib, tak ada kabar lagi.

Pada September 2017 lalu, selintas ada berita bahwa hadirnya 120 kaligrafer dari negara-negara di ASEAN dan Timur-Tengah bahkan dari China dan Turki atau seniman-seniman dengan karya kaligrafi Islam meramaikan festival kaligrafi tingkat ASEAN.

Festival ini digelar perdana di Pondok Pesantren (PP) Mamba'ul Ma'arif Denanyar, Jombang. Acara ini bersamaan dengan perayaan Hari Santri Nasional 2017.

Sejak awal tak ada itikad bahwa perhelatan sepenting Festifal Istiqlal pada 1991 mempresentasikan tak sekadar corak dan pola-pola ekspresi Islam dalam perspektif teologis yang kaku, namun sebuah perayaan seni yang bernafaskan Islam di Indonesia.  Tak juga menampilkan hanya pameran kaligrafi Islam namun lebih daripada itu: khasanah budaya Islam di Nusantara.

Hal yang dalam pengantarnya dari sebuah simposium yang dibukukan dalam “Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok” (1993), Dr Taufik Abdullah menandaskan bahwa proses pembaruan pemikiran kesadaraan keagamaan sekarang ialah adanya transformasi kesalehan individual yang transedental menjadi berkonteks sosial serta kultural.

Makna simboliknya maupun diistribusi nilai-nilai seni maupun budaya-nya adalah sebuah transmisi kesadaran intelektualitas umat Islam.

Masih dari Dr Taufik Abdullah, ia menjelaskan, “Festival semacam ini, merupakan sebuah ajang dialog tak ada habisnya melalui berbagai pameran, kerajinan, arsitektur, film, sastra, seni rupa, seni pertunjukan maupun jenis ungkapan artistik lainnya yang semata mengungkap dualisme antara bertemunya Islam dan Indonesia secara tradisonal maupun yang modern”.

Ia menambahkan, “Festival Istiqlal-lah wajah paling otentik, bagaimana Islam telah 'kembali' menemukan identitasnya sebagai umat mayoritas. Dengan demikian, Islam dalam perspektif kebangsaaan maupun negara, bersama bertemu memaknai spiritualitas kekinian”.

Ucapan-ucapan Taufik Abdullah itu, masih saja relevan hari ini. Tatkala keislaman terpasung pada hal-hal tekstual dan tafsir-tafsir atasnya semata digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik sesaat.

Maka sudah selayaknya Islam dan Ke-Indonesiaan kembali dirayakan, kembali digaungkan dengan jalan kebudayaan. Jalan yang sejak abad ke-15, menempuh berbagai coba namun tetap saja bertahan di dada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com