Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sigek Cokelak Karya Sutradara Indonesia Masuk Festival Internasional

Kompas.com - 18/03/2018, 19:29 WIB
Ati Kamil

Editor

LOS ANGELES, KOMPAS.com -- Film pendek Sigek Cokelat pada Februari 2018 berhasil menembus dua festival film internasional, yaitu Colorado Environmental Film Festival 2018 di Colorado, AS, dan International Filmmaker Festival of World Cinema 2018 di London, Inggris.

Film ini disutradarai oleh sineas muda Indonesia, Ashram Shahrivar, yang tinggal di Los Angeles, California, AS.

Tidak tanggung-tanggung, pada International Filmmaker Festival of World Cinema 2018, Sigek Cokelat berhasil meraih tiga nominasi untuk kategori-kategori sutradara terbaik, naskah terbaik, dan film pendek asing terbaik.

Film yang terinspirasi dari kisah nyata ini bercerita tentang sisi gelap dalam industri minyak kelapa sawit yang dialami oleh sejumlah pekerjanya di Kalimantan Barat.

"Cerita ini mengenai satu keluarga yang memang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Jadi, cerita intim tentang gimana keluarga ini bisa di-influence lah (oleh) perusahaan-perusahaan besar yang memang mempekerjakan mereka dan gimana aku men-deliver cerita ini lewat (makanan) cokelat," papar Ashram kepada VOA Indonesia ketika ditemui di Los Angeles belum lama ini.

Baca juga: Film ?Ziarah? Menangkan Dua Penghargaan di Festival Film ASEAN

Cerita film berdurasi 15 menit ini dituangkan oleh Ashram dan timnya dengan pengantar sebatang (makanan) cokelat, karena minyak kelapa sawit sering digunakan sebagai salah satu bahan dasarnya.

"Jadi memang Sigek Cokelat itu artinya sebatang cokelat. Itu bahasa Melayu, bahasa Kalimantan barat,” jelas lulusan New York Film Academy di Los Angeles ini.

Film yang sudah didaftarkan ke total 10 film festival di seluruh dunia ini juga mengintip sekelumit dunia bisnis dari para penanam modal asing yang mencari kesempatan untuk terjun ke industri minyak kelapa sawit.

"Dari situ kita masuk ke gambar kebakaran hutan dan di situ kita lihat gimana struggle-nya orang lokal sendiri. Jadi perspektif dari investor, dari orang yang di atas, dan kita lihat juga perspektif orang yang di bawah, yang memang kerja di situ," tambahnya.

Ide film ini berawal ketika Ashram menonton video yang tengah viral di Facebook mengenai orang utan yang sedang kesakitan karena luka bakar, dengan pemandangan hutan yang sudah gundul terbakar dan batang pohon yang gosong.

"Nah, dari situ aku mempertanyakan, 'Kenapa sih bisa sampai kayak gini?" ujar pemuda kelahiran 1996 ini.

"Aku pikir, apa yang bisa aku achieve untuk bisa mengubah itu, atau enggak, memberi tahu ke orang lebih luas lagi gitu, dan aku mikir," lanjutnya.

Dengan berbekal ilmu perfilman, Ashram kemudian mengajak teman-temannya, terutama yang tinggal di Indonesia, untuk melakukan riset tentang hal ini, hingga akhirnya terciptalah skenario Sigek Cokelat.

Pantang menyerah
Yang menjadi tantangan bagi Ashram Shahrivar adalah bagaimana ia bisa memberi pesan yang netral melalui Sigek Cokelat, mengingat ia juga tidak punya latar belakang sebagai aktivis peduli lingkungan.

"Aku enggak mau orang lain benar-benar melihat Indonesia itu jelek. Aku ingin coba untuk netral, karena di situ agak cukup tantangan lah, karena aku harus bisa menyeimbangkan dari sisi-sisi yang berbeda," paparnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com