Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Negeri Terkoyak Tragedi dan Para Seniman

Kompas.com - 17/05/2017, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Promising Land di New York

Sementara itu, lamat-lamat sepanjang Mei ini, di Amerika Serikat, seniman Indonesia yang seringkali mengeksplorasi idiom-idiom kekerasan, identitas serta isu politik, Entang Wiharso, menggelar solo show-nya di Marc Strauss Gallery, New York.

Penulis mewawancarainya lewat surel dan berbagi sudut pandang tentang tajuk pamerannya “Promising Land”.

Entang mengutip temanya dari frasa Promised Land, sebuah keyakinan Yahudi. Tentang janji Tuhan atas wilayah yang digambarkan sebagai tanah susu dan madu pada Musa usai eksodusnya dari Mesir.

Tanah yang dijanjikan itu adalah metafora untuk manusia bersedia membuka diri, berkorban dengan upaya terus-menerus menemukan dirinya sendiri dan menjadi bijak.

Entang menganggap seni adalah rekaman personal yang menyuarakan universalitas tentang pencarian hakikat diri.

Kekerasan yang digambarkan dalam karya-karyanya yang menyerupai kompleksitas kehidupan manusia-manusia, dengan figur-figur setengah manusia, setengah bukan, monster dan membawa senjata tajam adalah refleksi dari menghilangnya identitas dan teritori.

Kekerasan yang manifestasinya berupa radikalisasi bisa datang dari manapun, tidak hanya secara internal manusia Indonesia, namun dari sepenjuru jagat.

Globalisasi telah melahirkan kondisi ekstrim dan tindakan rasis yang menciptakan kondisi diambang batas antara klimaks dan kekebalan, nyaman dan ketidaknyamanan, kepuasan dan ketidak puasan, teratur dan kekacauan.

Dalam karya-karyanya yang dipamerkan di galeri Marc Strauss sebagian merekam kondisi pengaruh teknologi dan media sosial yang berakhir dengan manusia melukai sesamanya. Kekerasan verbal secara maya mengakibatkan fatalitas dan traumatik di dunia nyata.

Seperti yang dikatakannya, “Saya kira, kita wajib mengkampanyekan antikekerasan, baik kekerasan verbal maupun fisik, sebab tindakan kekerasan adalah aksi non etikal. Aksi kekerasan telah menihilkan kemanusiaan. Jadi sangat jelas betapa nistanya orang yang melakukan kekerasan dengan alasan apapun dan tidak bisa ditolerir”.

Seni, bagi Entang kemudian berperan sebagai alat untuk mentransmisi sebuah nilai. Katanya, “Karya saya sebenarnya jauh dari persoalan isu politik sebatas Pilkada DKI Jakarta, namun akan relevan jika kita menghubungkannya dengan isu kekerasan, power play, media, hirarki, sistem tereksploitir dalam kubu-kubu, dan tak lupa seluruh dunia sedang menghadapi multikrisis seperti pemanasan global yang tidak bisa dihentikan, perang, kekerasan fisik dan virtual, serta pemimpin yang radikal pun narsis”.

Entang dari Amerika Serikat membawa pesan bahwa seni selalu mengamini hukum paradoks yang terus ada dan berlaku pada hidup manusia. “Sepanjang zaman itu terjadi, kita jangan terbawa hasrat dan emosi untuk bersikap pro atau kontra secara ekstrim, cukup sudah meratapi yang tidak ideal, dan menuding serta memaki, mari kita lihat dunia dengan lebih luas,” ujarnya.

Entang mengajak kita, meski karya-karyanya yang menguarkan kekerasan, namun sebuah refleksi bahwa jangan berhenti belajar dan memahami sesuatu untuk menimbukan kepercayaan diri kita sendiri dan membuat kondisi lebih baik untuk negeri.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com