Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koper Tua Sendirian di Taman

Kompas.com - 18/01/2009, 01:41 WIB

Ilham Khoiri

Satu koper kulit tua tergeletak sendirian di pojok meja kayu di pinggir taman Erasmus Huis, Kuningan, Jakarta Selatan. Beberapa pengunjung menghampiri. Ada yang mencoba duduk di kursi dekat meja, lantas mengamat-amati benda coklat lusuh itu.

Di sisi taman lain, ada satu koper lagi yang ditaruh begitu saja di ujung bangku. Tas itu menganga-menutup, seperti bernapas. Beberapa orang berhenti, melongok-longok, mungkin bergumam penasaran: ada apa dengan koper ini?

Dua koper yang menarik perhatian itu karya Hardiman Radjab, berjudul ”Long Journey”. Bersama 34 patung lain, koper itu dipajang dalam pameran bersama ”The Spirit of Interaction” di Erasmus Huis, 15 Januari-14 Februari. Pembukaan, pada Rabu (14/1) malam yang hujan, dihadiri banyak orang.

Ada 11 pematung lain dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta yang turut serta: AB Soetikno, Abdi Setiawan, Ade Arti, Amalia Radjab, Anusapati, Awan Simatupang, Budi Santoso, Innes Indreswari, Taufan AP, Titarubi, dan Yani MS. Kurasi ditangani pematung senior Institut Kesenian Jakarta, Dolorosa Sinaga.

Pameran ini menarik karena sebagian karya ditempatkan di halaman dan taman Erasmus yang baru saja dirombak. Sebagian lagi di-display dalam ruangan.

Dengan ditata di luar ruang, patung-patung itu menyatu dengan halaman dan taman. Didukung pencahayaan bagus, karya itu kian memikat pada malam hari. Para pengunjung dapat menikmati tampilan karya secara santai sebagai bagian dari lingkungan taman.

Dua koper tadi, misalnya, gampang mengundang respons pengunjung. Orang-orang bisa melihatnya sambil duduk dan minum kopi. ”Koper ini mengundang siapa saja untuk merenung, apa babak akhir setelah perjalanan panjang kita?” kata Hardiman.

Pematung Awan Simatupang membuat kotak sembilan kayu berisi rumput yang di tengahnya ditancapi besi-besi kecil meruncing ke atas. Karya berjudul ”Vertical” yang dihamparkan di tengah jalan taman itu juga menyatu dengan taman.

Bagi pengunjung yang mau lebih jauh merenung, mungkin saja kotak-kotak itu mengingatkan dia pada pemancangan besi-besi beton yang kian menggerogoti lahan terbuka hijau. ”Setiap membangun, kita sekaligus kehilangan sepetak alam,” ujar Awan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com