Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menari Itu seperti Meditasi

Kompas.com - 19/07/2009, 03:27 WIB

Nungki Kusumastuti memasuki dunia tari sejak berusia lima tahun. Saat itu, dia masih tinggal bersama keluarganya di Aceh. Ketika pindah ke Banjarmasin, kemudian ke Jakarta, dia meneruskan hobi itu.

Hobi itu kemudian berkembang lebih serius setelah mendapat suntikan dari keluarga. Kebetulan, pasangan Sayid Warsito (80) dan Siti Rektorini (80) berasal dari lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta, senang menari, dan sering mengajak Nungki menonton pentas tari.

Bermula dari tari jawa, Nungki kemudian mempelajari beberapa tari tradisional Nusantara. Semangat menari itu semakin tinggi saat dia berada di lingkungan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), di mana dia belajar penataan tari dan antropologi tari tahun 1977 hingga tahun 1987. Di situ, dia juga menyerap pelajaran tari modern dan kontemporer.

Kepiawaian menari membawa Nungki pada banyak pentas di tingkat nasional dan internasional. ”Saat itu saya masih mengejar pengakuan, ingin tampil pentas di istana, atau keliling dunia,” katanya.

Dunia tari juga mengantarkan dia memasuki dunia lain yang lebih populer, yaitu film, sinetron, dan bintang iklan. Prosesnya seperti tak sengaja. Saat sedang duduk-duduk di IKJ pada suatu ketika, katanya, Teguh Karya melintas. Sutradara ini tertarik, lantas menawarinya untuk bermain dalam film November 1828.

”Saya hanya muncul sekelumit sebagai penari yang menembak orang Belanda,” kenangnya. Dari penampilan singkat itu, dia lantas ditawari untuk main banyak film. Sebut saja, antara lain, Rembulan dan Matahari (1979), Perempuan dalam Pasungan (1981), Bercanda dalam Duka (1982), Malioboro (1990), dan Ketika Dia Pergi (1992).

Saat dunia film meredup tahun 1990-an, Nungki juga sempat masuk dalam industri sinetron. Hingga kini, dia sudah main dalam lebih dari 50 sinetron. ”Saya masih suka main film dan sinetron. Itu seperti obat kangen.”

Lebih dari obat kangen, sebenarnya hal yang lebih membahagiakan Nungki adalah menari. Hanya saja, targetnya sudah berbeda.

”Sekarang, saya menari bukan untuk mendapat pengakuan. Menari membawa getaran ke dalam diri saya, seperti meditasi untuk melatih merasakan diri sendiri, orang lain, dan semesta,” katanya. (iam)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com