Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tsunami Aceh dan Jawa Barat

Kompas.com - 06/01/2010, 12:55 WIB

 

Oleh Anton Solihin

Tepat 26 Desember lalu kita memperingati lima tahun bencana terbesar umat manusia abad ini. Gempa bumi hebat yang disertai tsunami yang berpusat di lepas pantai barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menewaskan 225.000 orang di sepanjang lepas pantai Samudra Hindia.

 

Jawa Barat punya kedekatan historis yang terentang panjang dengan sejarah masyarakat Aceh. Kota Bandung sendiri, misalnya, punya sejumlah catatan sejarah yang berkaitan dengan riwayat Aceh, entah secara kebetulan ataupun tidak. Contoh kecil, di sudut dekat tempat pembuangan sampah di Taman Maluku yang tidak terlalu terurus di Jalan Ambon, Kota Bandung, berdiri satu-satunya patung dari masa kolonial Belanda yang masih tersisa, yaitu patung perunggu HO Verbraak SJ.

Beliau meninggal secara tragis karena pesawat terbang yang ditumpanginya jatuh pada 1918 di Molukkenpark. Ia adalah seorang imam tentara Belanda yang bertugas dalam Perang Aceh (1855-1907) seperti terukir pada prasasti peresmian pada 1922.

Kisah lain yang mengaitkan sejarah Kota Bandung dengan rakyat Aceh adalah dari masa revolusi kemerdekaan. Pesawat terbang pertama milik Republik yang bernama Indonesia Airways RI-001 (sebelumnya bernama pesawat Dakota Seulawah) merupakan pemberian rakyat Aceh saat Bung Karno berkunjung ke Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada 1947.

Setelah menjalani sejumlah penerbangan heroik, seperti menyelundupkan senjata dan amunisi dari luar negeri, antara lain dari Burma (sekarang Myanmar), pada 1950-an "burung emas" ini dibawa ke Calcutta (sekarang Kolkatta/Kalkuta) di India untuk di-overhaul. Dari sana pesawat tidak serta-merta kembali ke Tanah Air, tetapi dipakai di Burma. Sudaryono, pilot yang pernah menerbangkan Seulawah memberikan kesaksian bahwa di Jakarta, pesawat itu ditampilkan dalam pameran di Kemayoran. Tak lama berselang, pesawat itu dibawa ke Depo Teknik, Bandung. Rupanya itulah kabar terakhir.

Saya masih ingat ketika terakhir kali melihat pesawat itu antre masuk hanggar teknik di Bandung. Kemungkinan besar Seulawah "dikanibal" menjadi pesawat lain.

Kasus yang sama dan berulang, seperti punahnya bangunan historis, naskah-naskah penting, dan benda bersejarah lainnya, rupanya dialami juga oleh pesawat ini. Betapa berharganya pesawat ini bagi rakyat Aceh dan bangsa Indonesia karena ia tidak bisa dinilai secara materi. Hal ini tergambar sesudahnya dari pembuatan replika pesawat tersebut. Replika pertama berada di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

 

Replika kedua di Museum Nasional Rangoon, Myanmar. Replika ketiga di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, yang syukurnya tidak ikut tersapu tsunami. Pada masa revolusi kemerdekaan ini, ada kisah lain yang mengaitkan kedua daerah ini, yakni pada 1953 Gubernur Militer Aceh yang juga ulama Daud Beurueh menyatakan, Aceh menjadi bagian dari negara Islam Indonesia-nya Kartosuwiryo yang diproklamasikan di Malangbong, Garut, pada 1949.

Usaha mendirikan negara Islam di Indonesia ini mengalami kegagalan. Namun, sebelumnya jauh ke belakang selama berabad-abad agama Islam dan Aceh memiliki ikatan hubungan yang panjang. Kerajaan Islam

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com