Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janji Kosong Proyek Kemanusiaan di Aceh

Kompas.com - 25/01/2010, 12:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Miris. Satu kata itu rasanya tepat untuk menggambarkan kisah yang dituturkan para mantan pekerja bangunan proyek rekonstruksi pascatsunami Aceh. Kisah yang dituturkan Supriyanto dan Surana hanya petilan kisah dari ribuan kisah pekerja yang mengharapkan rezeki dari proyek kemanusiaan tersebut, termasuk Kadi, Dedi, dan Muksin Rosadi.

Ketiganya mengisahkan harapan yang mereka miliki, hingga meninggalkan kampung halaman mereka di Cilacap, Jawa Tengah. Kadi, misalnya. Setelah mengantongi izin keluarga, ia pergi ke Aceh dengan ongkos sendiri yang mencapai Rp 500.000. Janjinya, ongkos itu akan diganti setibanya di lokasi. Kenyataannya? Tak ada penggantian yang didapatnya.

"Perjanjian yang disampaikan waktu di rumah tidak sesuai. Janjinya untuk ongkos diganti, enggak dipotong. Ternyata di sana semuanya dipotong. Untuk transpor, makan, pakaian, semuanya dipotong. Enggak ada yang enggak beli," katanya kepada Kompas.com, Senin (25/1/2010) di Wisma Kontras, Jakarta Pusat.

Apa daya, badan sudah telanjur tiba di bumi Serambi Mekkah. Kadi tak punya pilihan lain. Selama empat bulan ia bertahan. Akan tetapi, bayaran tak sesuai dengan harapan. Bayaran mingguan habis untuk makan. "Besarnya juga enggak sesuai yang dijanjikan. Sepeser pun enggak ada uang yang bisa saya bawa pulang. Malah nambah pinjaman untuk pulang," katanya.

Sama seperti pekerja lainnya, Kadi dijanjikan mendapat upah borongan Rp 12 juta untuk pengerjaan satu unit rumah. "Boro-boro dapet segitu, bisa makan aja syukur. Saya yang penting bisa pulang walau enggak bawa uang buat keluarga," katanya.

Bahkan, untuk ongkos pulang pun, Kadi terpaksa meminta-minta dan meminjam dari rekannya yang memilih bertahan di Aceh. Dari Sinabang, tempat proyek yang dikerjakannya, Kadi terpaksa jalan kaki menuju pelabuhan untuk menumpang kapal yang akan mengantarkannya ke Medan.

"Sinabang-Pelabuhan itu saya jalan kaki, Mbak. Uang terbatas untuk ongkos. Saya pergi subuh, sampe pelabuhan jam 12 siang. Dari Medan naik bus ke Cilacap, modal pinjam uang sama temen," lanjut Kadi.

Kisah tak kalah mirisnya juga diutarakan Muksin Rosadi dan Dedi. Mereka terbilang gres, berangkat pada Juni 2009 dan baru pulang akhir Desember lalu. Awalnya, keduanya bekerja sebagai buruh bangunan di Medan, Sumatera Utara. Kemudian, mereka direkrut untuk bekerja mengerjakan proyek rumah di Aceh dengan bayaran yang lebih besar.

"Katanya, sehari Rp 75.000. Kalau lembur sampai jam 11 malam, bayarannya Rp 150.000, enggak termasuk makan. Sampai di sana, cuma dapet Rp 50.000, itu pun termasuk makan," kata Dedi.

Karena bayaran tak jelas dan tak sesuai dengan yang dijanjikan, ia pun memilih keluar dari proyek tersebut setelah bekerja selama empat bulan. Tak ada rupiah yang berhasil dikirimnya untuk keluarga. Dedi dan Muksin lantas bekerja pada seorang warga Aceh yang tengah membangun rumah. Bayarannya Rp 50.000 per hari, dengan makan ditanggung.

"Berbekal upah bangun rumah ini, kami bisa pulang. Lumayanlah, bawa uang Rp 300.000 buat orang rumah. Teman-teman malah ada yang enggak bawa uang sama sekali," kali ini Muksin berkisah.

Namun, sepulang dari Aceh, utang menumpuk dan minta agar segera dilunasi. Maklum saja, selama bekerja di Aceh, keluarganya mengandalkan pinjaman untuk bertahan hidup. "Lah, kami kan enggak ada uang buat dikirim," ujar Muksin lagi.

Kini hanya harapan yang mereka gantungkan. Pemerintah melalui Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh yang menangani pembangunan pascatsunami bisa membantu memenuhi hak mereka. "Baru kali ini kami bicara, semoga bapak-bapak di pemerintah mendengar," harap Dedi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com