Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Prosesi Siraman Nia Ramadhani yang Haru Biru

Kompas.com - 31/03/2010, 13:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Prosesi siraman pesinetron Prianti Nur Ramadhani atau yang lebih dikenal dengan nama Nia Ramadhani berlangsung khidmat dan haru biru. Sepanjang upacara yang menggunakan adat Sunda itu, calon istri Anindia Ardiansyah Bakrie alias Ardie tersebut sesekali menitikkan air matanya.

Dihajat di kediaman ibunda Nia, Canty Mercia, di Jalan Benda II No 9 Ciganjur, Jakarta Selatan, Rabu (31/3/2010) pukul 10.15 WIB, seremoni siraman dimulai dengan menjemput Nia yang berada di kamar pengantin lantai dua oleh kedua orangtuanya, Priya Ramadhani dan Canty, sambil membawa sehelai kain panjang yang diselendangkan di pundaknya. Prosesi ini disimbolkan layaknya menggendong seorang bayi yang baru dilahirkan.

Nia diantar kedua orangtuanya menuju tempat sungkeman di lantai dasar. Di sana, kakak kandung Nia yang tertua, Yudhistira Hermawan alias Wawan sudah menunggu Nia.

Dipandu oleh pembawa acara, Nia dipersilakan meminta izin kepada Wawan dengan diiringi alunan musik kecapi dan merdunya suara sinden sepanjang prosesi sungkeman Nia kepada Wawan. "Tidak ada maksud Nia untuk mendahului atau melangkahi Mas Wawan. Tapi Nia meminta doa restu dan meminta Mas Wawan untuk merelakan Nia," ucap Nia seraya menitikkan air matanya.

Menjawab ucapan Nia, Wawan lalu berujar, "Nia saya izinkan, saya rida, dan saya ikhlas Nia menikah lebih dahulu," tutur Wawan. "Pesan Mas Wawan agar Nia selalu berbakti kepada suami, aku selalu berdoa kepada Allah agar rumah tanggamu selalu diliputi kebahagiaan," sambungnya tanpa kuasa menahan air matanya yang meleleh.

Seusai Wawan merestui Nia, sebagai simbolis dan adat Sunda, maka diputuskanlah benang lawe sebagai tanda keikhlasan persaudaraan yang terjalin antara kedua kakak-beradik itu yang dilanjut dengan peluk dan cium hangat dari Wawan di pipi kiri Nia. Lagi-lagi Nia tak kuasa menahan air matanya.

Sebagai bagian dari prosesi siraman selanjutnya, Nia dipandu untuk membakar ketujuh Sumbu Talita sebagai simbol sebagai hati yang suci dalam berumah tangga. Namun, sebelumnya Nia dipersilakan memanjatkan doa dahulu dengan diawali membaca basmalah.

Satu per satu Nia menyalakan Sumbu Talita tersebut dengan lilin yang dipegangnya. Sumbu pertama yang menyala diibaratkan sebagai iman, yang kedua ibarat Islam, ketiga ibarat ihsan sikap dan kegiatan, keempat sebagai simbol amal saleh, kelima adalah sahadat, keenam sidiqiyah, dan ketujuh adalah khubbah muqaromah. "Tujuh hal yang harus menyala dalam diri Nia selama menjalani rumah tangga di dunia ini," tutur pemandu acara siraman.

Selanjutnya adalah tahap pengucuran air dari paso (kendi) yang bermakna semulia-mulianya manusia akan kembali ke Yang Maha Mulia. Kedua orangtua Nia, Priya dan Canty, dipandu mengucurkan air ke dalam bokor sebagai tanda kasih sayangnya kepada Nia.

Priya menaburkan bunga-bunga berwarna merah ke dalam bokor tersebut. "Papa titipkan keberanian papa untuk Nia," ujar pemandu acara mewakili Priya. Sementara Canty menaburkan bunga mawar putih. "Mama menitipkan cinta kasih mama untuk Nia," sambung sang pemandu prosesi tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com