Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kami Dianggap Orang Gila...

Kompas.com - 16/06/2010, 15:37 WIB

Oleh Frans Sartono dan Bre Redana

KOMPAS.com Keduanya dianggap ”orang bandel” dalam dunianya masing-masing. Itulah Garin Nugroho dan Yockie Suryoprayogo yang kini tengah menggarap drama musik untuk HUT Ke-45 Harian Kompas berjudul Diana. ”Ini enaknya kerja tanpa beban,” ujar Yockie.

Yockie mengatakan ”kerja tanpa beban” karena dia merasa banyak yang memandang dengan sebelah mata proyek yang mempertemukan dua sosok ini, dirinya sendiri sebagai sutradara musik dan Garin sebagai sutradara. ”Kami sama-sama dianggap sebagai orang gila,” ucap Yockie.

Hanya saja, bersama-sama Yockie dan Garin serta para pemain yang usianya rata-rata jauh di bawah mereka berdua, rasanya menemukan suasana berkarya yang justru tidak melulu mekanis, satu hal yang biasanya memerangkap industri pop. Garin—mungkin dikarenakan pengalaman terlibat dalam proyek-proyek internasional dengan organisasi yang ketat—di luar eksplorasi-eksplorasi kreatifnya sebenarnya seorang organisator yang baik. Dia memiliki tim kerja yang menyistematisasi sesuatu yang sifatnya bebas seperti dalam kerja kreatif menjadi bisa diukur pencapaiannya, dijadwalkan kemajuannya, dan terdeteksi progresnya.

Adapun Yockie—pemusik yang punya jejak kuat dalam berbagai eksperimen kreatif dunia pop di tahun 1970-an—bekerja dengan intuisi yang mampu menyentuh aspek-aspek yang sulit dikalkulasi secara industrial. ”Begitu mendengar aransemen yang dibuatnya, kita hanya bisa tercengang, tidak bisa lagi mendeskripsikan,” komentar Garin.

Kenyataannya demikian. Sering tak terduga, sama tak terduganya dengan jadwal kerjanya. Sampai tengah malam, ia masih dengan wine. Begitu memegang keyboard, tanpa ba-bi-bu suasana dramatik yang ada dalam gagasan sutradara terungkap. Begitu pula ketika memandu pemain untuk meniti not-not lagu.

Sheila Marcia, misalnya, diminta duduk di dekatnya, sembari dituntun untuk melepaskan suaranya. Entah bagaimana, nada-nada tinggi terjangkau oleh Sheila. Ketika Sheila menyanyikan lagu Cintamu Tlah Berlalu, sejumlah orang yang ada dalam ruang latihan mengaku merinding. Kepahitan hidup seperti tertumpah di situ.

”Garinisme”

Garin, lulusan Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta, punya peran penting dalam tikungan perubahan film Indonesia. Setelah generasi para sineas seperti Sjumandjaya, Teguh Karya, Arifin C Noer, dan Wim Umboh, dengan jeda stagnasi perfilman yang cukup lama, muncul Garin dengan bahasa sinema yang terbilang berbeda dibandingkan dengan para pendahulunya tersebut.

Tahun 1991, dia menghasilkan film Cinta dalam Sepotong Roti, yang membuat publik terbata-bata membaca bahasa sinematiknya. Film ini membuat Garin menerima penghargaan sebagai Sutradara Muda Terbaik dalam Festival Film Asia Pasifik. Film ini juga meraih penghargaan sebagai film terbaik serta penghargaan pada kategori-kategori lain dalam Festival Film Indonesia.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com