Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Merak, Gemulai Imajinasi Seniman Tari

Kompas.com - 20/08/2010, 19:46 WIB

Tari merak merupakan salah satu ikon kesenian Jawa Barat. Pengembangan tari ini melibatkan daya kreasi seniman dari masa ke masa. Dengan kostum penari yang berwarna-warni, tari merak menyajikan imaji keelokan alam raya Sunda.

Tari yang merupakan karya kreasi baru ini sangat populer dalam masyarakat Sunda. Di wilayah Priangan, tari merak biasa ditampilkan pada pesta pernikahan. Gerakan yang gemulai membuat tarian ini kerap ditampilkan pada acara resmi pemerintahan atau penyambutan tamu agung.

Tari merak tidak dapat dipisahkan dari Tjetje Somantri (1891-1963). Bangsawan pencinta seni tari ini pernah berguru pada sejumlah maestro tari. Para maestro yang pernah menjadi gurunya, antara lain, pencipta tari keurseus dari Keraton Sumedang, Aom Doyot; pangeran penari topeng dari Keraton Kanoman, Elang Oto Dendakusumah; dan tokoh penca aliran timbangan, R Kartaamaja.

Sejak tahun 1910-an Tjetje telah menciptakan puluhan komposisi tari. Kebanyakan merupakan tari lenyepan (halus) yang dibawakan perempuan, seperti Anjasmara (1946), Sulintang (1948), Rineka Sari (1951), Kukupu (1952), dan Renggarini (1958).

Tjetje menggubah komposisi tari merak tahun 1955. Meski bisa dibawakan secara tunggal, tarian ini lebih sering ditampilkan berkelompok dengan seluruh penarinya perempuan. Tarian ini untuk pertama kali dipertunjukkan dalam Konferensi Asia Afrika.

Untuk memperkuat imaji burung merak, penari mengenakan atribut menyerupai sayap pada lengan. Tb Oemay Martakusumah merancang kostum ini. Bangsawan Banten yang gemar menari dan melukis ini adalah pelopor seni pentas pertunjukan bagi tari Sunda putri. Ia menciptakan busana tari yang khas dengan warna-warna cerah, seperti merah, kuning, dan hijau.

Perkembangan zaman membuat tari merak sempat ditinggalkan peminat. Namun, tangan dingin Irawati Durban kembali memopulerkan tarian ini dalam seni pertunjukan. Ia menggubah tari merak dengan tata gerakan dan kostum yang baru. Kreasi bernama tari merak pusbitari inilah yang banyak dipertunjukkan saat ini.

Irawati adalah salah seorang murid Tjetje Somantri. Sarjana seni rupa Institut Teknologi Bandung ini banyak menimba ilmu tari pada sejumlah maestro, antara lain dalang topeng, Sujana (1971); seniman tari Garut, Nugraha Sudireja (1973); dan pengajar tari di Berkeley, AS, Martati Harnanto (1974).

Irawati menciptakan tari merak pusbitari tahun 1965. Berbeda dengan cikal bakalnya, tari merak ini lebih dinamis. Gerakan tari lebih menggambarkan kelincahan merak jantan yang berlenggak-lenggok memamerkan bulu ekornya. Tari merak ini khas dengan gerakan kaki "mincid", berputar membentuk lingkaran sembari tangan mengembangkan selendang.

Imaji ekor merak yang terkembang hadir saat penari membentangkan selendang yang terlilit di pinggang. Selendang berbahan tipis melambai ini berhias motif dan payet berwarna-warni menyerupai ekor merak. Watak merak jantan yang pesolek juga tergambar dari mahkota replika kepala merak dan kemben berwarna hijau berprada keemasan.

Demi mendapatkan rupa burung merak yang pas, Irawati menggandeng pelukis realis, Barli Sasmitawinata, untuk merancang kostum lengkap dengan atributnya. Ide ini kemudian diwujudkan menjadi busana yang imajinatif dan atraktif oleh Kusumah. Busana tari ini terus-menerus dikembangkan demi mengikuti perubahan selera zaman. (NDW/Litbang Kompas)  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com