Di Klaten misalnya, gelombang pengungsi akibat letusan Merapi terus meningkat seiring meluasnya kawasan rawan bencana dari letusan Merapi. Hingga Rabu (3/11), jumlah pengungsi di tiga lokasi pengungsian, yakni Dompol, Keputran, dan Bawukan diperkirakan lebih dari 10.000 orang.
Bupati Klaten Sunarna, saat dihubungi pada Rabu petang menyatakan, untuk menampung para pengungsi, Pemkab Klaten menyiapkan lokasi pengungsian alternatif yakni di Ngemplak di Kecamatan Kemalang dan Desa Kepurun, Kecamatan Manisrenggo.
”Karena jumlah pengungsi sudah lebih dari 10.000 orang, maka kami sudah menyiapkan MTs, SMP PGRI, dan SMA Karangnongko untuk menampung para pengungsi, terutama pengungsi anak-anak dan pengungsi berusia lanjut,” ujarnya.
Pemkab Klaten juga memutuskan untuk meminta sejumlah desa yang sebelumnya tidak mengungsi agar ikut mengungsi. ”Penduduk yang belum mengungsi, kami minta segera turun ke lokasi pengungsian yang aman,” ujarnya
Bupati Klaten meminta warga agar tidak mencari rumput di sekitar lereng Merapi. Untuk kebutuhan rumput bagi ternak yang ditinggal di rumah, pemkab mulai Kamis (4/11) akan menyediakan rumput bagi ternak para pengungsi.
”Pokoknya jangan ada yang naik lagi untuk merumput. Ini berbahaya. Lagi pula rumput-rumput di sekitar Merapi tertutup abu,” katanya.
Erupsi Merapi pada Rabu sore juga menyebabkan ribuan warga Boyolali yang bermukim di sekitar puncak Merapi panik. Lebih dari 1.000 pengungsi di Tempat Pengungsian Akhir Samiran di Selo, berbondong-bondong turun ke daerah aman, termasuk ke pendopo kabupaten.
Pengungsi mulai turun dari TPA Samiran yang hanya berjarak sekitar 4,5 kilometer dari puncak Merapi sekitar pukul 18.00. Mereka panik saat melihat awan panas yang membubung tinggi setelah kabut yang menutupi Merapi menyingkir. Menjelang pukul 18.00, bola-bola api mulai terlontar dari Merapi disertai dengan kilat.