Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghidupkan Kota, Menyalakan Museum

Kompas.com - 12/03/2011, 07:47 WIB

Oleh: Windoro Adi

Memanfaatkan lalu lintas jalan yang macet menjadi latar belakang Olga Lydia (34) dan Anya Dwinov (28) membuka sejumlah restoran dan kafe di Jakarta pada awal tahun 2000. ”Menghidupkan kota dan menyalakan museum” adalah impian keduanya, yang sayangnya belum juga dilirik para petinggi Ibu Kota.

Di Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel), Olga dan Anya punya Elbow Room, sedangkan di Plaza Senayan ada restoran dan rumah anggur Vin Arcadia.

Olga juga memiliki Lounge La Forca (”Gaul” dalam bahasa Italia) di Setiabudi Building, Jaksel, dan restoran Jepang, Poke Sushi, di Hotel Crown Plaza.

”Konsepnya sederhana. Sambil menunggu kemacetan reda, para eksekutif muda bisa santai menonton televisi sambil makan, minum, mendengarkan musik, bahkan bermain biliar seperti di La Forca,” tutur Olga saat ditemui di rumah anggur Vin Arcadia bersama Anya, Selasa (8/3/2011) siang.

Rumah anggur itu mengoleksi lebih dari 100 jenis anggur berbagai merek. Tempat singgah nan eksotik ini ramai dikunjungi sore hari, terutama pada Jumat. Pada hari itu, lebih dari 100 tamu datang dan pergi.

Lounge La Forca bahkan menjadi tempat bertemu suami istri dari keluarga muda berada yang masing-masing bekerja.

”Suami bekerja dan istri bekerja, ya ketemunya di situ. Ketemu buat pulang bareng atau ketemu untuk kembali bekerja lembur, sementara yang lain pulang ke tempat tinggal mereka,” ujar Olga.

Anya dan Olga tidak pesimistis lalu lintas yang macet di Jakarta bakal menghambat kunjungan tamu.

”Buktinya, ’rumah-rumah singgah’ kami justru kurva bisnisnya terus naik karena lalu lintas macet,” kata Olga tersenyum.

Menurut sarjana teknik sipil Universitas Parahyangan, Bandung ini, yang membuat tamu takut bukan lagi kemacetan lalu lintas, melainkan kejahatan jalanan yang muncul dan menghilang tiba-tiba di tengah kemacetan.

”Saya pernah menyaksikan, di depan Hotel Sahid di Jalan Jenderal Sudirman, dua pria tiba-tiba melintas. Lalu dalam hitungan detik, dua spion sebuah sedan mewah hilang,” ujar Olga.

Pada lain hari, di tengah kemacetan, dua pria berusaha membuka pintu mobil yang dikendarai Olga. Beruntung Olga mengunci pintu-pintu mobilnya.

”Saya enggak tahu apakah kedua pria tersebut membawa senjata atau tidak. Namun, tindakan mereka yang berani dan terang- terangan itu membuat saya merasa keselamatan jiwa saya terancam,” tutur Olga.

Selain mengunci mobil, Anya juga menghindari serangan kejahatan jalanan dengan memilih mobil yang tampil jantan ketimbang tampil feminin. Pergi pun bersama-sama, ”Hampir tidak pernah jalan sendiri,” ujarnya.

Anya dan Olga juga memasang kaca-kaca film tahan pukul benda tumpul di mobil masingmasing. ”Saat menguji daya tahan kaca film, saya diminta penjual memukul kaca jendela dengan pemukul bisbol sampai badan saya terpental, sementara kaca jendela mobil tidak pecah,” kata Olga.

Meskipun demikian, Olga dan Anya tidak pernah pesimistis. Keduanya justru tidak pernah berhenti bermimpi membangun Jakarta.

Menyalakan museum

Olga dan Anya berangan-angan, ”rumah-rumah singgah” para eksekutif muda yang ingin terhindar dari kemacetan itu suatu saat nanti justru bisa mengembangkan destinasi wisata di Jakarta.

”Bayangkan kalau di museum-museum di Jakarta ada ’rumah-rumah singgah’ seperti yang kami buat. Ada live music, tarian modern dan tradisional, atau tontonan lain. Ada pula wine atau ada sajian makanan di tengah cahaya lampu minyakyang menerangi barang-barang koleksi museum. Museum pun buka 24 jam. Nonstop,” kata Anya bersemangat.

”Sayang kan, kalau lukisan, patung batu, atau barang-barang seni lain koleksi museum cuma menumpuk di gudang yang gelap dan tak terpelihara. Lebih baik dipajang di tempat terang dan terpelihara,” tutur Olga.

Ia bahkan berkeinginan bersama investor lain menyemarakkan kota lama dengan ”rumah-rumah singgah”.

”Kalau dilibatkan, aku mau membantu mengintegrasikan kawasan pecinan lama di kawasan Jalan Perniagaan sampai Jalan Tubagus Angke. Itu, kan, kawasan pecinan terbesar di dunia,” ujarnya.

Menurut Olga, eksotisme oriental di Hongkong, bahkan di Shanghai, China, bisa ”lewat” kalau kawasan pecinan lama tersebut dibangun menjadi destinasi wisata.

”Saya tahu kawasan ini menyimpan segudang cerita masa lalu yang membanggakan,” tutur Olga lagi.

Olga dan Anya pernah menyampaikan niat itu kepada sejumlah petinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, tampaknya, gayung belum bersambut. Padahal, mereka yakin kehadiran ”rumah-rumah singgah” bakal menimbulkan efek yang saling menguntungkan.

Anya dan Olga yang sudah banyak bergulat di dunia hiburan ini yakin, warga nantinya bisa mendapat tempat santai yang lebih memberi wawasan dan sehat ketimbang di mal. Museum pun mendapat suntikan biaya perawatan dari bisnis wisata budaya, sementara pemerintah provinsi diuntungkan oleh pendapatan pajak dan suasana wisata kota yang kian semarak.

Anya, yang memiliki usaha tur dan perjalanan Graha Wisata, lantas bermimpi satu saat kawasan Kali Besar di Jakarta Barat hingga kawasan Sunda Kelapa di Jakarta Utara juga bisa lebih berbinar waktu malam dibandingkan dengan kawasan Clarke Quay di Singapura.

”Terang bulan di Kali Besar akan lebih penuh kenangan ketimbang terang bulan di Clarke Quay,” ucap Anya.

Dia membayangkan, kawasan yang bertebaran museum dan deretan bangunan dibuat pada pertengahan abad ke-18 hingga awal abad ke-19 ini dibelah kali yang bisa dilewati perahu-perahu wisata.

”Saya membayangkan juga satu saat ada beberapa pelukis bekerja di tepi Kali Besar di bawah naungan purnama,” kata Anya sembari tersenyum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com