Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasakan Gempa Terburuk di Jepang

Kompas.com - 12/03/2011, 13:28 WIB

TOKYO, KOMPAS.com - Junanto Herdiawan, warga Indonesia di Jepang yang juga penulis Kompasiana, menuliskan pengalamannya merasakan gempa dahsyat disusul tsunami yang terjadi Jumat kemarin. Karyawan Bank Indonesia itu mengatakan bahwa gempa kemarin itu bukanlah gempa biasa, sebagaimana sering terjadi di Jepang.

Berikut penuturannya...

Selama satu tahun tinggal di Jepang, saya sering merasakan gempa. Hampir setiap bulan, Jepang diguncang gempa. Oleh karenanya, saya mulai terbiasa oleh gempa sporadis yang berulangkali terjadi. Biasanya saya akan tetap diam dan menunggu hingga gempa berlalu. Warga Jepang juga terbiasa dengan gempa. Mereka selalu terlihat tenang, setiap gempa mengguncang.

Tapi, gempa kemarin (11/3) sungguh beda. Itu bukan gempa biasa.

Saat guncangan pertama terjadi, saya merasakan getaran yang hebat. Tak lama, lemari di ruang kerja saya jatuh terbalik dan buku-buku bertebaran. Saat itu saya sedang berada di kantor yang berlokasi di lantai 9 sebuah gedung di daerah Marunouchi, Tokyo.

Saya langsung berdiri dan bertanya pada rekan kantor yang warga Jepang. Mulanya mereka mengatakan untuk tenang, namun saat guncangan makin besar, mereka juga panik. Kalau warga Jepang sudah panik, artinya gempa ini serius. Ketika getaran semakin keras, kami bertahan di bawah meja dan melihat ruangan kantor porak poranda. Selain lemari, papan tulis, gantungan jaket, dan buku-buku, ambruk dan berhamburan ke lantai.

Getaran tidak berhenti namun justru bertambah kencang. Debu-debu mulai berjatuhan dari langit-langit ruang kerja. Saat itu, kami mulai panik. Namun di tengah kepanikan, saya kagum dengan kesigapan, standard operation procedure, dari pengelola gedung.

Saat guncangan pertama terjadi, pengeras suara langsung mengumumkan bahwa saat ini terjadi gempa yang cukup keras. Kita diminta untuk tetap bertahan di ruangan. Hal ini bagi saya agak berat, sebab sudah pernah beberapa kali merasakan gempa di gedung tinggi Jakarta. Dan yang dilakukan saat itu adalah, kita berhamburan keluar melalui pintu darurat. Namun hal itu justru dilarang di Jepang.

Peringatan mengatakan bahwa berada di luar gedung saat gempa justru lebih berbahaya. Kami diminta untuk bertahan di dalam. Gedung sudah dirancang untuk tahan gempa. Mudah memang mengatakannya, namun kalau anda berada pada posisi yang secara konsisten diguncang dan dibanting selama bermenit-menit, yang terbersit tentu pikiran untuk segera keluar dari gedung.

Selama hampir dua jam, guncangan tidak berhenti. Keras, reda, kemudian kembali dibanting-banting lagi. Bukan hanya gerakan dari kiri ke kanan, namun juga diguncang dari atas ke bawah. Kami bertahan di bawah meja saat guncangan terjadi.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com