Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Kartini dari Gambir ke Priok

Kompas.com - 17/04/2011, 15:03 WIB

MYRNA RATNA

”Saya berdiri di hadapannya, memandangnya diam dengan mata berlinang-linang. Lama ia menggenggam tangan saya dan ujarnya secara berbisik, ’Perjuanganmu nanti akan hebat sekali, tetapi bersikaplah teguh, berani dan gembira, berdoa dan percayalah!' Roda-roda kereta bergerak dan perlahan-lahan kereta api meluncur keluar dari gedung stasiun......”

(catatan RA Kartini 8-9 Agustus 1901, tentang perpisahannya dengan pasangan suami istri Abendanon, dalam karangan berjudul: ”Beberapa jam dari kehidupan anak perempuan. Kenangan sentimentil seorang gadis tua.”) 

Bagi Kartini, Nyonya Rosa Manuela Abendanon Mandri adalah cahaya pengharapan dalam hidupnya. Perkenalan itu dimulai ketika pasangan suami istri Abendanon berkunjung ke Jepara. Saat itu Jacques Henri Abendanon menjabat sebagai Direktur Kementerian Pengajaran dan Kerajinan, yang bersimpati terhadap kondisi masyarakat Bumiputera yang menurutnya telah diperlakukan tidak adil. 

Sebagai direktur, ia kemudian menyusun rencana kurikulum pengajaran baru yang akan disosialisasikan ke seluruh Pulau Jawa, termasuk Jepara. Di sinilah, ia bersama istrinya bertemu dengan keluarga besar RA Kartini. Di dalam perjalanan kereta api yang melintasi Jepara, Kudus, Pati, dan Semarang, Kartini dan Abendanon bertukar pandangan tentang impiannya, bagaimana meningkatkan harkat bangsa Jawa dan kaum perempuannya. 

Pertemuan itu sekaligus menjadi katarsis bagi kegelisahan Kartini yang cemas melihat kultur kolonial dan feodal Jawa saat itu, yang bukan saja membelenggu pemikiran dan kehendak perempuan, tapi juga menindas masyarakat. Lewat pertemuan di atas kereta api itu, Kartini seperti menemukan sosok yang membukakan cakrawala, penawar dahaganya terhadap gugatan intelektual. Semua itu ia curahkan lewat surat-suratnya kepada Nyonya Abendanon sampai akhir hayatnya. 

Untuk tetap memelihara dan memaknai kembali peristiwa bersejarah itu, Yayasan Warna Warni Indonesia (YWWI) menyelenggarakan Wisata Budaya Kereta Api bertajuk ”Kartini dan Kereta Api”, Sabtu (9/4) lalu, dengan rute perjalanan Stasiun Gambir-Stasiun Tanjung Priok, pergi-pulang. Tujuan acara ini, bukan saja untuk memahami pemikiran Kartini, tapi sekaligus mengenalkan warisan budaya kereta api yang di masa itu merupakan simbol modernisme. 

Pemilihan Stasiun Tanjung Priok, bukan tanpa maksud. Stasiun peninggalan masa kolonial yang baru selesai direnovasi tahun 2009, itu merupakan stasiun yang memberangkatkan kereta api listrik pertama di Asia. 

Respons terhadap acara ini luar biasa. Hanya dalam hitungan hari, tiket terjual habis. Ratusan perempuan—dan segelintir peserta pria—hari Sabtu pagi itu berkumpul di Stasiun Gambir mengenakan busana bernuansa putih. Cukup banyak figur publik yang hadir, di antaranya Mooryati Soedibyo, Titiek Soeharto, Rae Sita Supit, Astari Rasjid, Sendy Yusuf, Harry Darsono, dan banyak lagi. 

Ketika roda-roda kereta bergerak, yang terpancar adalah suka cita peserta yang memilih-milih tempat duduk, teriakan di sana sini yang meminta foto bersama ataupun bertemu teman lama. Suasana ”heboh” ini tersela sejenak ketika makan pagi dibagikan. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com