Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maliq & D'Essentials: dari Timpuk ke Tepuk

Kompas.com - 25/09/2011, 02:53 WIB

Maliq & D’Essentials menyodorkan rasa neo soul dalam khazanah hiburan musik Tanah Air. Sebuah tawaran rasa musik yang berbeda di tengah banyak pilihan rasa yang hampir sama. Dan rupanya publik menyambutnya.

”Salahkah ku bila....” Sepotong lirik lagu berjudul ”Untitled” yang dinyanyikan vokalis Maliq D’Essentials, Angga, langsung disahuti penonton dengan syair lanjutannya, ”Kaulah yang ada di hatiku”.

Begitulah, interaksi antara Maliq D’Essentials (Maliq) dan massa yang memenuhi Istora Senayan, Jakarta, Jumat (23/9) malam, dalam perhelatan musik LA Light Java Soulnation Festival yang berlangsung tiga hari sampai 25 September.  

Antara Maliq dan massa seperti telah terjadi hubungan emosi. Mereka akrab benar dengan lagu-lagu Maliq, seperti ”Terdiam”, ”Dia”, ”The One”, ”Heaven”, dan ”Penasaran”. Pada lagu ”Penasaran”, misalnya, audiens ikut koor dari awal hingga akhir lagu. 

Maliq tampil dengan formasi Angga dan Indah pada vokal, Widi (drum), Amar (terompet), Ifa (keyboards), Jawa (bas), dan Lale (gitar). Mereka menggebrak konser dengan medley enam lagu yang diambil dari album pertama dan kedua, yakni ”Maybe You”, ”Terdiam”, ”Heaven”, ”Dejavu”, ”Blow My Mind”, dan ”Kangen”.

Selain Maliq D’essentials, Soulnation juga menampilkan sejumlah artis lokal, seperti Ras Muhamad dan Shaggy Dog. Juga penampil Nelly dari Amerika Serikat dan Sophie Ellis-Bextor dari Inggris.

Neo soul 

Neo soul merupakan subgenre soul dengan unsur utama soul dan R&B kontemporer. Ia juga mendapat pengaruh rasa dari elemen hip hop, funk, dan jazz. Musik ini berkembang di Amerika Serikat dan Inggris pada akhir tahun 1980 sampai era awal 1990-an dengan eksponen, seperti penyanyi Erykah Badu (38) dan Maxwell (38). Keduanya penyanyi keturunan Afro-Amerika.

”Kami memang menyukai dan dipengaruhi black music,” kata Angga, vokalis yang juga produser Maliq.

Angga mengakui, awak Maliq kemudian juga menyerap pengaruh

artis-artis berbasis soul, seperti Michael Jackson; Marvin Gaye; Barry White; Earth, Wind, & Fire; dan Kool and the Gang. Maliq mengunyah secara cukup cermat pengaruh soul, lalu mengeluarkannya dalam lagu soul berbahasa Indonesia. ”Tanpa harus mengindonesiakan musiknya,” kata Angga.

Angga mengakui, cukup sulit mengindonesiakan soul dalam lagu berbahasa Indonesia. Latar kultural seniman soul di negeri lahir soul, yaitu keturunan Afro-Amerika, susah ditransfer ke dalam tema-tema lagu untuk konsumen musik dengan latar budaya Melayu. Secara sosok musik, Maliq bisa meniru apa itu black music. Akan tetapi, suasana kebatinan dan emosi lagu yang lahir dari sikap dan filosofi hidup mereka, atau attitude menurut istilah Angga, itu tidak mudah.

Attitude mereka itu beda banget dengan kita sebagai orang Melayu. Kami tak bisa mengikuti mereka, nanti malah jadi black wannabe he-he...,” kata Angga.

Maliq kemudian memilih tema- tema lagu kehidupan sehari-hari lazimnya seperti yang mereka jalani, tak jauh beda dengan lirik lagu pop di Indonesia. Simak lagu ”Kangen” dengan beat dan gaya vokal yang dipengaruhi lagu-lagu soul. Tata musik ini melibatkan improvisasi spontan dan ekspresif dari flute.

Dan simak pula lirik yang tipikal lagu pop: ”Bawalah daku bersama/ ke dalam setiap langkahmu/di manapun engkau berada/ Kangen aku pada dirimu/ tiada akan dapat ku obati/ tanpa kubelai rambutmu kucium pipimu....

Atau juga lagu ”Terdiam” yang tipikal soul dengan bagian refrein dibuat repetitif. Lirik khas pop, tetapi cukup jarang diangkat dalam tema lagu: ”Apakah kau rasakan getaranku pada dirimu/ ku hanya duduk terdiam/ menunggu untuk tau namamu”.

Lirik serupa itu rupanya menyentuh pendengar remaja. 

Publik menerima

Formula musik rasa soul dengan lirik pop ala Maliq & D’Esssentials itu rupanya nyaman di telinga publik. Publik tidak terlalu hirau dengan nama kemasan musik, entah itu soul, neo soul maupun pop. ”Asyik aja ndengernya. Musiknya enak, lagunya cerita sehari-hari..” kata Riga (18), mahasiswa semester satu yang mengenal Maliq dari situs YouTube.

Pada awalnya band bentukan tahun 2002 ini tampil di hotel, lounge, atau kafe di Jakarta. Pengunjung tempat- tempat tersebut bisa dikatakan telah mempunyai kesadaran selera pada jenis-jenis musik tertentu. Segmen audiens Maliq di tempat tersebut berusia 25 tahun ke atas, dari kelas A+B atau menengah atas.

Akan tetapi, setelah mengeluarkan album pada 2005, Maliq mulai keluar dari ruang-ruang eksklusif tersebut. Mereka bisa muncul di depan audiens yang lebih massal sifatnya, seperti di pentas seni atau pensi-pensi di sekolah, mulai tingkat SMP sampai SMA. ”Bahkan, kami main di pensi anak-anak SD. Jadi, kami sudah spread,” kata Angga. 

Maliq bisa muncul di perhelatan musik, seperti Soulnation atau Java Jazz, dan mendapat respons seru. Dengan bahasa industri, Maliq bisa disebut telah merebut pasar. Namun, diakui, upaya menembus pasar dengan beragam selera tak mudah bagi Maliq. Terlebih pada segmen pasar yang telah terkunci seleranya dengan jenis musik-musik tertentu. ”Ditimpukin sepatu itu kami sangat pernah he-he.... Pernah juga kami main, yang nonton madep ke kanan semua ha-ha.... Jadi, tak semuanya angin surga,” kata Angga.

Penonton di Soulnation malam itu madep ke panggung semua. Maliq & D’Esssentials pun di-tepukin tangan. (BUDI SUWARNA/ FRANS SARTONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com