Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Dinas Boros 40 Persen

Kompas.com - 14/05/2012, 04:18 WIB

Jakarta, Kompas - Badan Pemeriksa Keuangan menilai ada pemborosan anggaran pemerintah pusat dan daerah dari sisi perjalanan dinas pegawai. Pemborosan terjadi di semua kementerian dan lembaga pemerintah. Persentase diperkirakan mencapai 40 persen dari total anggaran perjalanan dinas setahun sekitar Rp 18 triliun.

Penyebabnya, antara lain, adalah perjalanan dinas masih disalahgunakan sebagai kegiatan dan sarana pengumpulan dana taktis pegawai, misalnya untuk makan dan tambahan penghasilan pegawai.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri kepada Kompas, di Jakarta, Sabtu (12/5). Karena itu, ujar Hasan, Kepolisian Negara RI harus turun tangan dan tidak bisa menunggu laporan lagi.

”Sistem pengawasan internal kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah masih lemah sehingga polisi diimbau sudah harus menanganinya langsung meskipun sistem pengawasannya harus ditingkatkan,” kata Hasan.

Hasan menyatakan, langkah lain yang harus dibudayakan untuk mengurangi pemborosan anggaran yang berindikasi manipulasi adalah perlu dicoba adanya peniup peluit (whistle blower) di kalangan pegawai. Peniup peluit adalah orang yang menyingkapkan aib semisal di pegawai negeri.

”Namun, kalau biasanya satu ruangan di kementerian atau lembaga pemerintah itu, semuanya ikut-ikutan. Kalau ada yang berbeda, bisa dikucilkan atau dipindahkan ke bagian lain,” kata Hasan.

Tiga modus

Menurut Hasan, modus pemborosan anggaran dengan indikasi manipulasi untuk pengumpulan dana taktis itu dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fiktif, nonfiktif, dan penggelembungan biaya (mark-up).

”Dengan modus seperti itu, perilaku pemborosan anggaran dekat sekali dengan praktik manipulatif anggaran yang ada selama ini. Tujuannya mengumpulkan dana taktis dan menambah penghasilan,” ujar Hasan.

Hasan mengatakan, modus pemborosan dengan cara fiktif dilakukan dengan cara memalsukan tiket pesawat dan kartu naik pesawat (boarding pass). Tiket dan kartu naik pesawat palsu diperoleh dari biro atau agen perjalanan.

”Kedua, modusnya nonfiktif. Perjalanan dinasnya tetap ada, tetapi pertanggungjawabannya tidak sesuai. Ditulisnya lima pegawai yang berangkat, tetapi sebenarnya cuma tiga orang,” kata Hasan.

Modus ketiga dilakukan dengan cara menyusun anggaran perjalanan dinas yang nilainya diperbesar. ”Laporannya ditulis naik pesawat Garuda, tetapi ternyata dengan Lion,” papar Hasan.

Ada juga yang melaporkan lamanya perjalanan 10 hari, tetapi dipercepat lima hari. ”Padahal, uang dinasnya tetap 10 hari,” katanya.

”Uji materi yang BPK lakukan terhadap tiket dan boarding pass palsu itu dilakukan dengan meminta manifes perjalanan ke PT Angkasa Pura. Dari 1.000 tiket pesawat dan boarding pass yang diuji, sekitar 30 persen nama yang ada di tiket tidak tercantum di manifes perjalanan,” ujar Hasan.

BPK, lanjut Hasan, terus mengkaji secara pasti kerugian negara akibat indikasi pemborosan dengan cara manipulasi tersebut.

Indikasi pemborosan anggaran dengan cara manipulasi terjadi di hampir semua kementerian dan lembaga pemerintah. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pernah menyatakan anggaran dinas setahun Rp 18 triliun.

”Hitung saja jika pemborosannya sampai 30-40 persen?” katanya. Pemborosan 30-40 persen dari Rp 18 triliun berarti sekitar Rp 5,4 triliun-Rp 7,2 triliun.

Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Wismana Adi Suryabrata menambahkan, anggaran yang paling berpotensi diboroskan adalah belanja barang.

”Misalnya, kegiatan-kegiatan yang sifatnya perjalanan dinas, juga pembelian barang-barang pendukung kegiatan. Yang kita lihat, semestinya itu bisa dilakukan dengan biaya yang lebih minim,” kata Wismana.

Di semua lini

Kalangan pengamat berpendapat, pemborosan anggaran belanja pemerintah terjadi sejak dari penganggaran sampai pelaksanaan, baik di pusat maupun daerah. Tidak saja menyusup di anggaran birokrasi dan tata pemerintahan, pemborosan juga meresap pada anggaran pembangunan.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance Didik J Rachbini menyatakan, birokrasi cenderung memboroskan anggaran. Alasannya, sifat dasar birokrasi menggunakan anggaran sebesar-besarnya atau budget maximizers dan program sebanyak-banyaknya.

”Jika sistem demokrasi baik, fungsi pengawasan baik, serta didukung media yang transparan, maka alokasinya efisien. Jika sebaliknya, maka akan ada pemborosan sebagai konsekuensi logis dari sifat dasar birokrasi itu,” kata Didik.(HAR/LAS/DMU/RIZ/WHO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com