Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sungai Asahan Tak Hanya Soal Jeram

Kompas.com - 08/07/2012, 14:27 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

KOMPAS.com - Medan masih basah karena hujan, saat perjalanan kami dimulai. Dengan menumpang mobil yang disewa seorang teman, sampailah kami di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Perlu waktu empat jam perjalanan dari Medan, ibu kota Sumatera Utara.

Sejenak mengistirahatkan badan dengan kopi hangat dan penganan ringan, mata disuguhi pemandangan Danau Toba yang indah dari ketinggian Panatapan. Satu jam kemudian, kami melanjutkan perjalanan memasuki Kota Porsea dengan melewati pabrik bubur kertas (pulp) terbesar di Sumatera Utara yaitu PT TPL.

Aroma 'tak sedap' menusuk hidung, mengundang tanya bagi kami, bagaimana masyarakat yang berada di sekitar pabrik mampu bertahan dengan aroma menyengat ini. Kemudian, kami memasuki kompleks perusahaan PT Inalum. Perusahaan Jepang yang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan untuk menyuplai listrik pabrik alumunium mereka di Kuala Tanjung, Kabupaten Asahan.

Jalan ini menjadi pintu masuk kami menuju Sungai Asahan, tempat awal kegiatan olah raga air tingkat dunia. Sungai Asahan adalah salah satu sungai terbaik tempat diselenggarakannya ajang perlombaan arung jeram kelas internasional.

Arus sungai yang sangat deras serta tantangan jeram menjadi daya tarik bagi penggemar olah raga alam bebas tersebut untuk menjajalnya. Namun bagi kami, Sungai Asahan tidak hanya soal jeram.

Ada eksotisme alam dan budaya yang selama ini kurang menjadi perhatian bagi para wisatawan dan pemerintah setempat. Hutan-hutan perawan di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan yang berada di sepanjang daerah aliran sungai Asahan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Asahan, masih menyimpan banyak misteri dan tantangan yang layak di eksplorasi menjadi tujuan wisata lokal berkelas internasional.

Air Terjun Harimau setinggi 30 meter menjadi suguhun awal indahnya wilayah Kampung Parhitean. Belum lagi daya tarik budaya yang dihadirkan dari keberadaan komunitas 'Parmalim', sebuah agama suku Batak. Ditemani seorang pemuda lokal bermarga Tampubolon, kami memasuki sebuah perkampungan Parmalim yang berada tepat di bawah kaki Dolok Surungan.

Tampak rumah-rumah panggung memanjang tanpa kamar yang sangat unik dan khas. Pada sebuah rumah milik tetua adat, ada tanda khusus berupa beberapa batang bambu yang dibuat sebagai penyangga cawan putih berisi air bening.

Ternyata, kedatangan kami bertepatan dengan acara ritual syukuran oleh salah seorang penganut Parmalim yang akan dilaksanakan pada malam harinya. Karena penasaran untuk menyaksikan peristiwa langka ini, kami memutuskan menginap.

Salah seorang Ketua Adat Parmalim Marga Tampubolon dengan pakaian khas warna hitam dan sorban dengan ramah menyambut kami dan mempersilahkan kami menginap di rumahnya. Makan malam sederhana kami lewati dengan suasana akrab. Hilang sudah kesan sangar dan berbau mistis terhadap komunitas ini.

Malam harinya, acara ritual dimulai dengan doa, dilanjutkan dengan tari-tarian khas Batak atau Tor-tor yang diiringi alat musik seruling dan gondang. Alunan nada yang dihasilkan dari kedua alat tersebut menghadirkan suasana sedikit seram bagi kami.

Menurut salah seorang pengunjung yang bukan penganut Parmalim, iringan musik tersebut membuat para penari seolah-olah tidak sadarkan diri atau dalam keadaan trans. Apa yang kami saksikan menjadi sebuah pengalaman baru tentang sebuah budaya yang layak dipertahankan. Hal ini semestinya menjadi perhatian pemerintah setempat untuk bersama-sama melestarikannya.

Pagi pun menjelang, selepas sarapan dan berjabat tangan, kami pun berpamitan. Kami sengaja memilih jalur pulang dengan arah berbeda. Demi panorama yang beda, kami melalui Pulo Raja Kabupaten Asahan. Di sisi kiri dan kanan jalan, pemandangan hutan berubah menjadi perkebunan sawit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com