Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lola Amaria: Saya Membuat Film Sesuai Hati Nurani

Kompas.com - 06/11/2012, 10:48 WIB
Pengantar Redaksi

Lola Amaria adalah sebuah totalitas. Dia bersungguh-sungguh, tidak pernah bermain-main dengan dunia film. Bintang film yang kini menjadi sutradara sejumlah film itu tidaklah melulu menawarkan sebuah film dengan tema-tema biasa, apalagi pasaran. Film suksesnya, seperti Minggu Pagi di Victoria Park, adalah sebuah realitas yang dia angkat dengan baik ke layar putih. Begitu pula film-film lain yang dibidaninya.

Rahasia kesungguhan Lola berkarya antara lain adalah risetnya yang kuat sebagai bagian tak terpisahkan dari karya-karyanya. Tidak jarang, dia harus bermalam atau hidup bersama dengan masyarakat atau realitas yang akan dijalaninya. Pernah, dia tinggal selama tiga bulan untuk bisa mendalami perannya sebagai tenaga kerja wanita dalam film Detour to Paradise.

Begitulah, Lola. ”Bagi saya adalah passion dalam membuat film secara konsisten adalah hal yang terbaik,” katanya.

Bagaimana perasaan Mbak Lola Amaria setelah sukses menjadi bintang dan kini namanya terkenal sebagai sutradara yang sudah menghasilkan beberapa film? (Dwi Damayanti, xxxx@yahoo.co.id)

Bagi saya, sukses adalah ketika saya berhasil menerima kelemahan-kelemahan saya sendiri. Karena hal seperti itulah yang membuat saya terus belajar.

Sebagai penikmat film-film terbaik sutradara Indonesia saya bangga dengan Mbak Lola karena mampu membuka mata masyarakat tentang berbagai hal, termasuk tentang lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT), serta TKI.

Apa yang melatarbelakangi Mbak Lola membuat film-film yang sedikit ”kontroversial” tersebut. Dari sekian film yang sukses, film apa yang paling berkesan bagi Mbak Lola? (Rasno Ahmad Shobirin, Pulau Nusakambangan, Cilacap)

Hal yang melatarbelakangi pembuatan film-film saya adalah semata peristiwa yang terjadi di sekitar kita, juga di masyarakat. Banyak sekali hal menarik yang bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran ataupun bahan cerita/ide untuk film.

Kontroversial, bagi saya adalah hal yang relatif, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Apa pun bentuk cerita atau kejadian yang saya buat dalam film semua benar terjadi dan punya sisi humanis yang menarik. Saya ingin berbagi hal itu.

Untuk masalah yang paling berkesan, semua film yang saya buat atau mainkan memiliki nilai tersendiri. Semua memiliki penghargaan bagi kelangsungan jalannya karier saya.

Apa ambisi besar Anda untuk memajukan dunia perfilman Indonesia sehingga bisa lebih diakui secara internasional seperti industri film Korea, misalnya? Langkah-langkah apa yang akan Anda lakukan untuk mewujudkannya? (Jeffri, Jakarta)

Bicara tentang ambisi, jika urusannya ambisi pribadi, tidak ada. Saya ingin konsisten dalam berkarya dan membuat film sesuai dengan hati nurani saya.

Dunia perfilman Indonesia bagi saya bisa lebih maju dan bisa setara dengan film-film internasional jika penerapan tata laksana/tata kelola ekonomi film bisa dilakukan di negeri tercinta ini.

Mbak Lola, terima kasih atas film-filmnya mengenai tenaga kerja wanita Indonesia di luar negeri. Apakah dengan film-film itu Mbak bermaksud ”membuka mata” banyak pihak—termasuk pemerintah—untuk melihat lebih jernih betapa berjasa para TKI perempuan itu? Bagaimana perasaan Mbak Lola mengetahui, justru para pejuang devisa itu masih disakiti, dipungli, dan sebagainya? (Gun Gun Gunawan, Kiaracondong, Bandung)

Ketika saya melihat para TKI/TKW itu, bagi saya mereka itulah para pejuang sesungguhnya. Sayangnya adalah kesuksesan mereka bukan sebuah berita menarik bagi media. Kebanyakan justru kesusahan dan penderitaan yang menjadi berita yang terkadang beritanya sangat dieksploitasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com