Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Heboh Eyang Subur

Kompas.com - 28/03/2013, 23:49 WIB

Oleh A.A. Ariwibowo

Eyang Subur, yang disebut-sebut sebagai "orang pintar" dari kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, serta-merta dirayakan oleh media massa cetak dan elektronika sebagai heboh. Ada apa di balik gaduh seputar warta heboh Eyang Subur?

Khalayak pembaca dan pemirsa dalam hitungan detik menjatuhkan palu godam pernyataan sebagai jawaban atas pertanyaan seputar heboh Eyang Subur.

Dengan menggunakan logat wicara keseharian, tercetus pernyataan sarat keheranan, "Hari gini, hari gini...masih ada yang percaya hal seperti itu?"

Berangkat dari kesaksian sejumlah artis yang mengaku pernah berhubungan dengan Eyang Subur, media massa menghidup-hidupkan gejala "dunia lain" itu sebagai heboh, artinya sesuatu yang menggegerkan dan menggetarkan lantaran mengusik rasa ingin tahu pembaca.

Kosa kata "orang pintar", "dunia lain", "dunia mistik", "dunia gaib" seumpama energi listrik. Energi listrik mempunyai power untuk menyalakan lampu, namun tidak ada yang sungguh melihat wujud energi listrik itu seperti apa.

Kosa kata yang mengitari heboh Eyang Subur lantas mengerek pemahaman pembaca bahwa ada seseorang yang dipercaya punya anugerah khusus untuk mampu melihat hal-hal yang tidak kelihatan. Yang gaib, lantas diharapkan bertuah bagi kehidupan, tanpa menyertakan usaha kerja.

Dalam kehidupan Jakarta yang sarat kompetisi bisnis, ada beberapa ungkapan sohor, antara lain ingin bisnis anda melesat, jangan lupa sesajen ke gunung ini, ke gunung itu. Ingin karier politik melesat, silakan mendatangi orang pintar bernama XYZ.

Di dunia artis, ada sejumlah pengakuan wicara dari mujarab Eyang Subur. "Saya anggap Eyang orangtua, saya silahturahmi aja nggak ada maksud lain. Saya tidak pernah menganggap Eyang itu guru. Eyang memang waktu itu saya lihat punya kharisma," kata artis serbabisa Dorce Gamalama.

Ada juga pengakuan dari seorang pegawai swasta yang mengaku menjadi murid Eyang Subur sejak 1995 hingga 2005, Joko Triono. Ia mengungkapkan bahwa korban Eyang Subur ada yang berasal dari kalangan pejabat dan militer, meski pada akhirnya sinyalemen itu musykil dibuktikan.

Heboh Eyang Subur tersembul ke permukaan ketika Adi Bing Slamet dan sejumlah korban dari Eyang Subur menyatakan kesaksian seputar ajaran sesat dan segepok perlakuan merugikan dari Eyang Subur.

"Saya di sini bersama teman-teman yang punya pengalaman yang sangat pahit. Kita dibikin sesat sesesat-sesatnya," kata Adi ketika ditemui di daerah Cilanda, Jakarta Selatan.

Ungkapan sesat sesesat-sesatnya kemudian dibingkai dengan sejumlah perilaku yang merugikan, antara lain sang korban dibikin gila, dibuat mau jatuh dari ketinggian, diminta agar menyerahkan sejumlah harta kepada sosok yang dianggap berkharisma itu, dijadikan istri oleh orang yang disebut-sebut punya kekuatan mistik, bahkan dilarang beribadah menurut tatacara agamanya.

Di satu sisi, media massa yang memegang dogma bahwa pembaca kerapkali mencari dan menyenangi segala sesuatu dari dunia sarat spekulasi, dunia yang tidak bisa dicari ujung pangkal kebenarannya.

Di sisi lain, media massa berkewajiban "mengilmiahkan apa yang masyarakat alami dan rasakan dalam kehidupan keseharian", artinya media massa hendaknya tidak terjerambab dalam dunia perdukunan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh akal budi.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com