Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sierra Sutedjo Melebur dengan Cincin Api

Kompas.com - 22/06/2013, 18:50 WIB
Irfan Maullana

Penulis


PROBOLINGGO, KOMPAS.com --
Hujan, kabut tebal, dan udara dingin yang mengigit bergiliran menyapa Jazz Gunung yang digelar di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut dengan komposisi panggung terbuka, beratap langit, berlatar alam yang melebur harmonis dengan manusia yang memadati Java Banana, Gunung Bromo, Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (21/6/2013).

Padahal, di hari pertama pembukaan Jazz Gunung itu vokalis jazz Sierra Sutedjo yang ditemani Tiyo Alibasjah (gitar), Chaka Priambudi (bas), Fanny Kuncoro (piano), dan Deska Anugrah Samudra (drum) baru saja memainkan intro lagu "It Could Happened To You".

"Ya... hujan lagi," seru Sierra yang akhirnya memilih berteduh di bawah panggung bersama rekan-rekannya.

Meski pertunjukan terpaksa ditunda, Sierra mengaku tetap antusias dengan pengalaman pertamanya manggung di lingkaran cincin api Indonesia yang masih aktif, Semeru, Bromo dan Tengger.

"Untuk pengalaman di atas gunung ini baru yang pertama kali. Suasananya beda ya, melebur dengan alam," kata Sierra.

Sambil menghangatkan diri di dekat pot perapian, Sierra mengaku pengalaman pertamanya ini memberikan sebuah sensasi yang belum tentu dirasakan jika tampil di dalam kota. "Ada sensasi tersendiri, dari cuacanya, juga nuansa ambience-nya beda," ujar Sierra.

Kalau sudah mengigil seperti ini, sambil menunggu hujan reda dan kabut sirna, Sierra yang mengenakan mantel dan syal merah tak pernah putus bersenandung untuk menjaga kualitas vokalnya tetap prima sebelum melanjutkan pertunjukkan Jazz Gunung yang terletak di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.

"Pengaruh dengan vokal, karena oksigennya juga tipis, terus cuaca yang dingin. Makanya lebih warm up latihan nyanyi-nyanyi atau minum yang hangat," kata Sierra.

Selang beberapa menit kemudian, cuaca mulai bersahabat. Para penonton yang semula bersembunyi dari hujan itu satu per satu mulai mengisi bangku amphiteater Java Banana.Jumlah mereka terus bertambah hingga mencapai seribu kepala.

"Wah sudah oke nih, lanjut yuk," seru seorang kru Jazz Gunung. Sierra dan rekan-rekannya langsung bergegas menuju panggung yang beralaskan rumput.

Perempuan kelahiran Jakarta 26 Juni 1984 itu pun menyapa para penonton untuk menghangatkan suasana. "Hallo every body, how's doing? Apa kabar? Maaf ya atas tertundanya konser ini karena cuaca tidak bersahabat. Tapi masih bersemangat kan?" seru Sierra yang mengulang kembali nyanyian "It Could Happened To You" yang tadi sempat tertunda.

Tanpa putus Sierra menyajikan lagu-lagu "So Many Stars", hingga "Autumn Leaves" sambil sketching di bagian komposisi yang tak berlirik untuk melengkapi harmonisasi musik bosanova yang dimainkan Tiyo, Chaka, Fanny, dan Deska.

Selain menghibur penonton, Sierra juga mempersembahkan nyanyiannya kepada sang ayah yang pada 20 Juni 2013 memperingati hari jadinya. "Berikut ini sebuah lagu untuk ayah saya. Kebetulan beliau kemarin tanggal 20 Juni ulang tahun dan sekarang hadir di sini sama Mama," kata Sierra.

"Ayo nyanyi bareng, semua pasti hafal lagunya, ini dari album pertama saya," lanjutnya sebelum lagu "Have I Told You Lately" dinyanyikan bersama yang kemudian dilanjutkan ke lagu "Cheeck to Cheeck". Berikutnya Sierra punya kejutan.

"Saya akan memanggilkan seorang yang sudah cukup sepuh. Dia itu guru saya. Sambut lah Idang Rasjidi," seru Sierra memanggil pianis jazz kawakan yang beberapa minggu lalu sempat dilarikan ke rumah sakit Bogor akibat gula darah.

Dari kolaborasi keduanya lahir lah sebuah aransemen baru komposisi "Moddy's Mood for Love". Sierra dan Idang melakukan sebuah 'komunikasi' sketch lengkap dengan bahasa tubuh yang membuat penonton  tertawa. Penonton pun mencapai klimaksnya pada bagian ini. Namun, mereka tetap saja belum puas. "One more," kata Idang yang tetap tampil prima di usianya ketika menuntaskan kolaborasinya dengan Sierra di komposisi Tristeza, dan So Danco Samba.

***

Jazz Gunung adalah pagelaran musik bertaraf Internasional yang menampilkan komposisi jazz bernuansa etnik, digelar setiap tahun sebagai gerbang hati bagi kebebasan jiwa, di alam yang dengan kearifannya telah menjadi simbol budaya asli di nusantara.

Diharapkan, jazz dapat hadir sebagai kekuatan yang mampu mendorong dialog kemanusiaan yang memperkaya peradaban Indonesia sehingga perdamaian dapat berfungsi sebagai roh jazz itu sendiri.

Dari sisi landscape, Jazz Gunung menawarkan kelebihan tersendiri yaitu pemandangan alam gunung, dalam hal ini atmosfer alam atau suasana Kawasan Gunung Bromo. Jazz Gunung digelar di alam terbuka. Alam Bromo berikut kondisi sosio-kultural di sekitarnya bukan sekadar menjadi latar belakang yang bersifat pelengkap.

Kawasan Bromo-Tengger-Semeru justru menjadi panggung hidup. Ia menyatu dengan seluruh manusia yang terlibat dalam aktivitas tersebut termasuk musisi dan pengunjung. Alam Bromo dan Pegunungan Tengger dengan segenap warga dan tradisi di sekitarnya menjadi spirit utama yang menaungi pemusik dan pengunjung.

Angin, udara sejuk, hawa segar, aroma rumput, embun, awan, langit biru, satwa, dan tentu saja Gunung Bromo itu sendiri, menjadi bagian tak terpisahkan dari presentasi seniman. Mereka menjadi bagian dari musik itu sendiri. Alam menjadi orkestrasi indah. Ini merupakan totalitas jazz dan alam. Jazz Gunung adalah jazz yang meruang.

Jazz Gunung bukan jazz yang terkurung dalam sekat fisik atau berupa megahnya gedung. Bromo dengan demikian menjadi pemain jazz maha agung. Jazz Gunung digagas oleh beberapa orang yang peduli pada dunia seni, yaitu Sigit Pramono, bankir dan fotografer yang mencintai Bromo dan musik jazz, seniman serba bisa Butet Kartaredjasa, dan Djaduk Ferianto seniman musik yang kerap diundang pentas di mancanegara membawakan world music dengan ciri Indonesia yang kental. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com