Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Drama Politik di Panggung Komedi

Kompas.com - 02/02/2014, 14:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Perilaku orang di pentas politik terkesan begitu kartunik dan karikaturik. Setidaknya hal itu tampak di pentas komedi tunggal "Illucinati" yang digelar Ernest Prakasa di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu (25/1/2014) lalu.

"Banyak orang yang nafsu banget jadi presiden," kata komedian tunggal Ernest Prakasa (31). Bahkan, calon yang menurut Ernest, kemungkinan terpilihnya sangat kecil pun, ”ngebetnya minta ampun.” Ernest mengibaratkan calon tersebut bagaikan cerita Romeo dan Juliet. "Mau dibikin versi apa pun endingnya tragis ..."

Penonton tertawa terpingkal-pingkal. Dan begitulah pentas komedi tunggal (stand-up comedy) menjadi ajang di mana penonton memandang realitas politik dengan cara berbeda. Ernest, pemenang ke 3 Stand-Up Comedy Indonesia KompasTV musim pertama 2011, itu dengan cerdas mengolah materi politik menjadi hiburan segar, menggelitik. Para tokoh yang belakangan menjadi berita gencar di media massa, menjadi sorotan di pentas komedi. Hasilnya, orang bukan sekadar tertawa, tapi juga mendapat bahan untuk direnung-renungkan.

Ernest misalnya menyorot tokoh yang kurang mengerti makna Bhinnekka Tunggal Ika. Ia menganalisis calon dari sudut tinjau shio atau horoskop. Ada pasangan tokoh yang disebutnya mempunyai shio yang bertentangan yaitu shio babi dan ular.

"Kalau di bisnis, (shio) babi itu paling klop sama shio kambing. Paling amsyong (remuk di dalam) kalau babi ketemu shio ular. Bisa nggigit..." ujarnya yang memanen tawa riuh.

Ada pula tokoh yang jika ikut ajang pemilihan presiden bakal menang telak. Bahkan, "Gak usah pakai pemilu" sekalipun. Bahkan lagi, jika calon itu wakilnya kambing sekalipun, dia akan menang. Ernest lalu membuat deskripsi karikaturik tentang sang tokoh yang menggeret kambing ke KPU untuk mendaftar sebagai calon. "Ya daripada..., kambing sajalah..." tutur Ernest menggunakan logat Jawa menirukan sang tokoh.

Penyadaran
Pentas yang menggunakan judul pelesetan "Illucinati A Stand-Up Comedy Tour by Ernest Prakasa" merupakan pentas keliling kedua dari Ernest. Kali ini, ia tur ke 17 kota di Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Bisa dibilang fenomenal untuk stand-up comedy yang belum genap 3 tahun mewabah di negeri ini. Khusus untuk pentas di Gedung Kesenian Jakarta, Ernest menggelar 3 kali pentas dalam sehari. Komika Ari Keriting menjadi penampil pembuka.

Seperti pada pentas sebelumnya, kali ini Ernest menyebut-nyebut tragedi yang pernah terjadi di negeri ini. Pada awal pentas, ia menyebut orang-orang yang menjadi korban kekerasan. Ketika itu, gedung pertunjukan menjadi hening. Tak ada secuil pun tawa terdengar. Ia memang sedang sangat serius. Ia memberi semacam penyadaran kepada audiens untuk menjadikan tragedi itu sebagai permenungan. Bukan untuk dilupakan.

"Peristiwa-peristiwa yang harusnya kita kenang, kita inget, dan lebih dari itu semua, kita jadikan dasar keputusan untuk Indonesia yang akan datang," kata Ernest serius.

Sebagian materi komedi Ernest lahir dari keprihatinan atas ketidakadilan, dan kekerasan sosial. Ia mampu mengolahnya, sebagai kegembiraan, bukan rengekan. Nyatanya, setelah pengantar singkat yang serius itu, orang terpingkal-pingkal.

Sebagian materi Ernest masih seputar keberadaannya sebagai warga Indonesia yang pada suatu masa pernah merasa diperlakukan secara tidak adil. Tentang kultur Tionghoa yang dulu sangat jarang digali di pentas komedi. Elemen kultur Tionghoa dulu sampai awal era 2000-an hanya menjadi obyek lawakan. Kini jadi medium penyampai ungkapan.

Ia misalnya bicara tentang prinsip dagang China. Ia bercerita tentang rencana perannya sebagai pemandu acara pada acara kontes stand-up comedy di televisi. Ia menggantikan posisi host sebelumnya yang dipegang Panji Pragiwaksono.

"Gue sebenarnya bersedia jadi host karena honornya setengahnya Panji saja. Tapi episodenya banyakin aja. Ini prinsip dagang China klasik. Margin kecil gak papa, yang penting lakunya banyak..." katanya yang mengundang tawa riuh.

Masih dalam stereotip China sebagai kaum pedagang, Ernest menyebut orang Padang bersaudara dengan orang China. "Kita sama-sama ras pedagang. Saking kentalnya darah pedagang kita, kalau terjadi transaksi antara orang China dan orang Padang, itu akan terjadi pertempuran sengit. Kalau di bola itu big match."

Ia juga berandai-andai jika orang Tionghoa menjadi presiden. Foto-foto resmi presiden tidak lagi menggunakan jas-dasi, dan wajah formal, plus senyum tanggung. "Dia pakai cheongsam dengan gaya..." katanya.

Materi Ernest merupakan bagian dari cara untuk saling mengenal antar-elemen warga di negeri ini. Adapun Arie Kriting sebagai opener, mengulik materi tentang bagian timur Indonesia yang perlu dipahami karakter budayanya. Sambil ketawa-ketiwi, penonton bisa belajar untuk saling memahami, dan mengakui keberadaan sesama warga negara. Sebuah pemahaman yang menjadi dasar hidup orang di pentas demokrasi.

Bahkan terhadap anaknya pun, pemahaman semacam itu ditanamkan. Di panggung, Ernest mengajak anaknya, Sky Tierra Solana (3), dan sang istri, Meira Anastasia, yang mojang priangan itu. Lalu, terjadilah dialog antar-ayah (+) dan anak (-) sebagai berikut:

+ "Mama sipit nggak?"
- "Enggak."
+ "Kamu sipit nggak?"
- "Enggak."
+ "Papa sipit enggak?"
- "Ya...!"

Penonton terpingkal-pingkal pada cara si kecil yang telah belajar memahami orang di sekitarnya. Komedi memang bukan sekadar ajang berha-ha-ha. (XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com