Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chicco Jerikho: Citra Bagi Kedamaian Maluku

Kompas.com - 24/12/2014, 15:01 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Berakting harus siap jujur dan ikhlas. Jujur untuk mengungkapkan rasa dari hati dan mewujudkannya dalam akting. Ikhlas untuk melepas sosok diri sendiri untuk menjadi sosok lain yang diperankan.

Begitulah pandangan Chicco Jerikho (30) tentang akting, dunia yang digelutinya selama tujuh tahun terakhir. Bahkan, ia memandang akting itu sebagai ibadah.

"Jadi aktor sama seperti kita beribadah. Akting itu bukan pura-pura, akting itu natural. Akting itu yang kita rasakan dari hati dan rasa itu datangnya dari Tuhan," ungkap Chicco.

Mengawali karier sebagai model, Chicco bermain dalam berbagai sinetron sampai akhirnya meloncat ke layar lebar. Debutnya dalam film Cahaya dari Timur: Beta Maluku tak disangka mengantarkannya pada penghargaan tertinggi yang diidamkan insan film Indonesia, Piala Citra. Chicco meraih Citra untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 2014, piala yang kemudian dipersembahkan kepada orang-orang Maluku yang sudah dianggapnya sebagai saudara dan keluarga sendiri.

Cahaya dari Timur: Beta Maluku mengisahkan upaya perdamaian di Maluku melalui sepak bola. Chicco berperan sebagai Sani Tawainella, mantan pemain tim nasional U-15 yang gagal menjadi pemain sepak bola profesional. Ia pulang kampung, lantas menjadi tukang ojek. Keprihatinannya pada anak-anak yang terpapar konflik agama di Maluku mendorongnya merekrut anak-anak itu untuk berlatih sepak bola agar jauh dari situasi konflik berdarah. Sani sampai pada situasi harus melatih anak-anak dari dua kelompok bertikai untuk mengikuti kejuaraan nasional.

Total
Untuk menghayati perannya, ia rela melepas ke-chicco-annya, anak muda berada yang hidup di Ibu Kota. Penyuka olahraga ini harus rela berhenti olahraga dan banyak makan agar berat badannya naik 13 kilogram. Ia juga menggelapkan warna kulit dan mengeriting rambut agar lebih ikal dan semakin mendekati sosok Sani dalam kehidupan nyata. Cerita dalam film yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko ini memang berdasarkan kisah nyata yang dijaga akurasinya.

Tidak hanya itu, demi memperoleh "rasa" yang ia butuhkan, yakni sebagai Sani yang orang Tulehu, Chicco sengaja tinggal di desa itu selama sebulan. Total ia berada di sana selama tujuh bulan untuk observasi, workshop, dan shooting. Chicco mengamati segala sesuatu tentang Sani, mulai dari dialek, gerak-gerik, aktivitas, hingga caranya menjalin relasi dengan warga sekitar, istri, dan anaknya.

"Saya ingin segala sesuatunya natural, bukan karena dihafalkan. Jadi, saya harus terjun langsung agar menjadi kebiasaan. Itu sebabnya, saya tinggal dulu di Tulehu. Setiap orang yang berbicara dengan saya harus pakai dialek Tulehu karena dialek di sana beda rimanya dengan dialek Ambon kota, Ambon Paso, atau daerah lain," tutur Chicco.

Bahkan, ia sempat benar-benar menjadi tukang ojek karena terdesak keadaan. Sebelumnya, Chicco kerap nongkrong di pangkalan ojek untuk menyelami kehidupan Sani yang bekerja sebagai tukang ojek.

"Mau ke ATM saja butuh 45 menit. Padahal, saya butuh uang segera untuk makan. Bagaimana caranya saya bisa dapat uang, akhirnya saya ngojek saja," ujar Chicco.

Ia juga banyak berbincang dengan warga sekitar yang mengalami konflik. Pengalaman ini membuatnya terperangah. Bagaimana mereka, termasuk anak-anak, bisa bercerita dengan datar tentang pengalamannya hidup di tengah kerusuhan, seperti merakit bom atau mengumpulkan peluru. Seorang anak dengan ringannya bercerita tentang kakinya yang bolong karena terkena peluru. Chicco yang besar di kawasan elite Menteng, Jakarta, membandingkan dengan dirinya yang ketika seusia anak itu tengah riang bermain.

"Inilah serunya jadi aktor, bisa punya banyak pengalaman hidup. Kita bisa menjadi siapa saja, merasakan pengalaman hidup mereka," lanjut Chicco yang diangkat sebagai duta pariwisata Ambon.

Sempat bercita-cita menjadi pilot, Chicco kecil yang hobi nonton film lama-lama berkeinginan suatu saat main film. Namun, ia tidak tahu harus memulainya dari mana. Sampai suatu ketika, teman ibunya menyarankan Chicco merintis karier dari jalur model. Terpilih sebagai finalis model sampul (cover boy) majalah remaja tahun 2005, Chicco mencoba peruntungannya.

Sering ditolak
Namun, belum ada tawaran peran menghampirinya. Chicco lantas mencoba shooting sejumlah iklan produk sambil terus mengikuti casting. Penolakan sudah biasa ia alami. Sampai kemudian ia mendapat peran di sejumlah sinetron. Itu pun beberapa tidak jadi ditayangkan. Cinta Bunga yang tayang 2007-2008 adalah sinetron yang melambungkan namanya. Sejak itu, ia membintangi sejumlah sinetron dan film televisi.

Menurut Chicco, sinetron tidak memungkinkan para pemeran untuk mendalami karakter karena shooting bisa digelar mendadak dengan naskah yang berubah-ubah demi mengejar penayangan setiap hari (stripping). Pemeran tidak sempat melakukan observasi terhadap peran yang dilakoninya, tetapi dituntut harus bisa cepat mengeluarkan emosi. Namun, dari pengalaman ini, Chicco terlatih untuk cepat mengeluarkan emosi dan beradaptasi dengan perubahan.

Peran sebagai orang Maluku memberinya keluarga baru. Di Jakarta, setiap kali bertemu orang Ambon, ia akan disapa dengan hangat. Selain diangkat sebagai duta pariwisata Ambon, Chicco juga beroleh nama famili Louhenapessy. Hingga kini, orang-orang yang pernah ditemui di tempat shooting masih rutin menyapanya via pesan pendek di telepon seluler.

"Orang-orang Maluku itu hangat, tulus, dan memiliki solidaritas tinggi," kata pria berdarah Batak-Thailand ini.

Setelah Cahaya dari Timur: Beta Maluku, Chicco bermain dalam film Seputih Cinta Melati serta bersiap membintangi film Filosofi Kopi dan A Copy of My Mind. Piala Citra semakin memantapkannya memilih jalur seni peran.

Di sela kesibukannya, ia juga mengurus bisnis restoran thailand yang dibuka sejak tiga tahun lalu. Pria penggemar kuliner ini berharap semakin kritis dan tingginya tuntutan penonton akan memacu insan film menghasilkan karya yang semakin berkualitas. (Sri Rejeki)

Chicco Jerikho
Lahir: Jakarta, 3 Juli 1984
Pendidikan: Jurusan Advertising Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), Jakarta
Orangtua: Chana Jarumillinal dan Debby
Film:
- Cahaya dari Timur: Beta Maluku (2014)
- Seputih Cinta Melati (2014)
Sinetron:
- Cinta Bunga 1 (2007)
- Cinta Bunga 2 (2009)
- Bayu Cinta Luna (2009)
- Taxi musim 1 (2010)
- Taxi musim 2 (2010)
- Cahaya Cinta (2011)
- Putri Nabila (2012)
Penghargaan:
- Model sampul majalah Aneka (2005)
- Nomine Best Actor SCTV Awards (2008)
- Nomine Best Actor SCTV Awards (2009)
- Nomine Best Actor Insert Awards (2014)
- Nomine Best Actor Piala Maya (2014)
- Pemeran Utama Pria Terbaik FFI 2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com