"Warna biru membuat adem," ujarnya sambil menunjukkan batu pirus di jarinya.
Di tasnya juga selalu dibawa beberapa cincin bermatakan batu pirus dari sekitar 200 koleksinya yang sebagian besar didesainnya sendiri.
Tidak sekadar mengoleksi, Djaduk juga sangat paham soal asal batu pirus atau turquoise yang berasal dari kata Persia, fairuz. Persia atau Iran merupakan tempat asal pirus terbaik di dunia.
Di Indonesia, pirus umumnya dibawa para ulama masa lalu yang berkelana ke tanah Arab dan kemudian membawanya ke Indonesia sebagai oleh-oleh. Karena itu, Djaduk rajin berburu batu pirus ke daerah-daerah penyebaran Islam masa lalu, seperti Demak, Kudus, Gresik, dan Cirebon.
Setelah tampil bersama kelompoknya, Kua Etnika, di Festival Tepi Sungai atau Museums Uferfest di Frankfurt, Jerman, Djaduk juga mengajak anggota delegasi Indonesia untuk berburu batu pirus di pelosok Jerman. Siapa tahu ada yang bagus.
"Pokoknya saya mau menularkan virus pirus," kelakarnya, Minggu (30/8/2015), di Frankfurt. (THY)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.