Seorang kawan pernah bercerita, suatu ketika anaknya yang tinggal di Bali ingin dibuatkan layang-layang seperti milik orang-orang lain. Keinginan itu muncul karena ia melihat teman-temannya asyik membuat layangan bersama ayah mereka.
Saat ditunjukkan rupa layang-layang yang dibuat ayah teman-teman anaknya, kawan ini menjadi takjub sekaligus galau. Layang-layang milik mereka sungguh indah dan berseni. Bentuknya bukan sekedar kotak, namun menyerupai wajah raksasa, kupu-kupu, hingga bintang. Maklum para pembuatnya adalah orang-orang yang sehari-hari bergelut dengan seni.
Namun demi anaknya, kawan yang bekerja sebagai fotografer di Jakarta ini menyanggupi. Bersama anaknya, ia merancang bentuknya, memotong bambu tipis-tipis yang akan dijadikan rangkanya, juga menggunting kertas minyak warna-warni untuk badan layang-layangnya.
Bapak dan anak itu merancang bentuk ikan, dengan ekor panjang dan benang kenur agar layangannya berbunyi saat diterbangkan. Werrr... werrr.. werrr... begitu bunyinya menurut bayangan kawan tadi mengenai karyanya.
Lalu tibalah saat untuk menerbangkan layang-layang itu. “Anakku berjalan penuh rasa bangga ke lapangan. Teman-teman dan bapak-bapak lain melihat layangan kami,” ujar kawan tadi. “Entah mereka paham atau tidak ini bentuk ikan, yang penting layangan jadi,” katanya.
Namun saat hendak diterbangkan, ternyata layang-layang itu tak mau mengudara. Entah bentuknya kurang aerodinamis, atau bidang sayapnya tidak memungkinkan angin membawanya naik, ia tak paham. Orang-orang yang melihat tertawa.
Kawanku hendak patah hati. Namun melihat senyum dan cahaya di mata anaknya, ia tak jadi kecewa. “Kata anakku yang penting kita sudah membuat bersama,” ujarnya.
Kawan itu tersadar, yang diperlukan anaknya adalah kebersamaan dan usaha bapaknya untuk membuat layang-layang, tak peduli bagaimana hasilnya.
Mendengar cerita itu, aku ingat betapa banyak bapak yang mengusahakan sesuatu untuk anaknya. Namun sering apa yang dilakukannya tidak sempurna, atau tak sesuai harapan. Sehingga sungguh mengharukan apabila seorang anak tetap menghargai orangtuanya walau mereka jauh dari kategori ideal.
Maka hal yang paling menyentuh hati dalam berita soal ayah artis Marshanda yang ditemukan sedang mengemis, adalah pengakuan dari Marshanda sendiri.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.