Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnubrata
Assistant Managing Editor Kompas.com.

Wartawan, penggemar olahraga, penyuka seni dan kebudayaan, pecinta keluarga

Marshanda dan Harapan Para Ayah di Seluruh Dunia

Kompas.com - 29/03/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Seorang kawan pernah bercerita, suatu ketika anaknya yang tinggal di Bali ingin dibuatkan layang-layang seperti milik orang-orang lain. Keinginan itu muncul karena ia melihat teman-temannya asyik membuat layangan bersama ayah mereka.

Saat ditunjukkan rupa layang-layang yang dibuat ayah teman-teman anaknya, kawan ini menjadi takjub sekaligus galau. Layang-layang milik mereka sungguh indah dan berseni. Bentuknya bukan sekedar kotak, namun menyerupai wajah raksasa, kupu-kupu, hingga bintang. Maklum para pembuatnya adalah orang-orang yang sehari-hari bergelut dengan seni.

Namun demi anaknya, kawan yang bekerja sebagai fotografer di Jakarta ini menyanggupi. Bersama anaknya, ia merancang bentuknya, memotong bambu tipis-tipis yang akan dijadikan rangkanya, juga menggunting kertas minyak warna-warni untuk badan layang-layangnya.

Bapak dan anak itu merancang bentuk ikan, dengan ekor panjang dan benang kenur agar layangannya berbunyi saat diterbangkan. Werrr... werrr.. werrr... begitu bunyinya menurut bayangan kawan tadi mengenai karyanya.

Lalu tibalah saat untuk menerbangkan layang-layang itu. “Anakku berjalan penuh rasa bangga ke lapangan. Teman-teman dan bapak-bapak lain melihat layangan kami,” ujar kawan tadi. “Entah mereka paham atau tidak ini bentuk ikan, yang penting layangan jadi,” katanya.

Namun saat hendak diterbangkan, ternyata layang-layang itu tak mau mengudara. Entah bentuknya kurang aerodinamis, atau bidang sayapnya tidak memungkinkan angin membawanya naik, ia tak paham. Orang-orang yang melihat tertawa.

Kawanku hendak patah hati. Namun melihat senyum dan cahaya di mata anaknya, ia tak jadi kecewa. “Kata anakku yang penting kita sudah membuat bersama,” ujarnya.

Kawan itu tersadar, yang diperlukan anaknya adalah kebersamaan dan usaha bapaknya untuk membuat layang-layang, tak peduli bagaimana hasilnya.

Mendengar cerita itu, aku ingat betapa banyak bapak yang mengusahakan sesuatu untuk anaknya. Namun sering apa yang dilakukannya tidak sempurna, atau tak sesuai harapan. Sehingga sungguh mengharukan apabila seorang anak tetap menghargai orangtuanya walau mereka jauh dari kategori ideal.

Maka hal yang paling menyentuh hati dalam berita soal ayah artis Marshanda yang ditemukan sedang mengemis, adalah pengakuan dari Marshanda sendiri.

Seperti yang ramai diberitakan berbagai media Senin (28/3/2016), ayah artis Marshanda, Irwan Yusuf, terjaring operasi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) oleh petugas Dinas Sosial DKI. Dia ditemukan sedang mengemis.

Orang kebanyakan barangkali akan malu mengakui sanak saudaranya menjadi pengemis, apalagi bila dirinya seorang artis. Namun yang diungkapkan Marshanda sungguh di luar dugaan.

Dalam tulisannya, Marshanda bahkan menuturkan bahwa ia tidak akan malu dengan apa pun yang menjadi bagian dari perjalanan hidup karena percaya bahwa Tuhan mempunyai rencana besar.

"Kalo kata sebagian orang kekurangan itu ‘aib’, dan aib harus ditutup rapat-rapat. Let’s check within ourselves. Ada nggak sedikit aja alasan kita nutupin 'aib’ tersebut karena rasa malu? Rasa tidak mau menerima dan mengakui hal itu dalam diri atau hidup kita?" tulis perempuan yang akrab disapa Caca itu.

Marshanda melanjutkan, manusia diajarkan untuk menerima kekurangan dan belajar dari hal itu. (Baca: Marshanda Menulis tentang Aib)

Marshanda juga mengatakan, ia menyayangi ayahnya apa adanya. “Di mana pun juga Papa tetap papaku, aku sayang sama Papa. Aku menerima dia apa adanya dan orang-orang terdekat aku tahu itu," ujar Marshanda.

(Baca: Marshanda: Ini Bukan Sesuatu yang Memalukan. Dia Tetap Papaku)

Apa yang disampaikan Marshanda ini banyak mendapat pujian, baik di media sosial maupun lewat pembicaraan dengan orang-orang.

Salut :)

Posted by Icha Rastika on Sunday, March 27, 2016

Betapa yang terjadi pada seorang pesohor ternyata berbeda dari gambaran sinetron-sinetron kita. Mungkin kalau dalam cerita sinetron, sang ayah itu tidak akan diakui oleh anaknya.

"Ternyata tidak selalu orangtua miskin itu dianggap aib oleh anaknya," kata seorang teman.

Peristiwa ini tentu membesarkan hati para orangtua, yang seringkali merasa belum mampu atau gagal memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.  Peristiwa ini juga mengingatkan bahwa yang terpenting adalah cinta antara orangtua dan anaknya.

Dan peristiwa ini sekali lagi menegaskan pepatah:  A truly rich man is one whose children run into his arms when his hands are empty.. Orang yang kaya adalah yang disambut anak-anaknya walau ia tak memiliki apa-apa, karena cinta anaknya melebihi harta manapun.

Ah, saya jadi ingat orangtua saya. Sudahkah Anda menyapa dan berterimakasih pada mereka hari ini?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com