Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bimbim "Slank" Bilang Pelaku Pembuat Vaksin Palsu Pantas Dihukum Mati

Kompas.com - 29/06/2016, 21:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Pemain drum grup band Slank, Bimo Setiawan Almachzumi ikut mengeluarkan pendapatnya mengenai hukuman yang pantas bagi para pelaku pembuat vaksin palsu.

Bahkan, pria yang akrab disapa Bimbim itu menyebut mereka pantas dihukum mati.

"Mereka harus dihukum berat dan menurut gue hukuman mati pantes," ujar Bimbim ketika ditemui di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2016).

Pasalnya, menurut Bimbim, apa yang dilakukan para pelaku tersebut berpengaruh terhadap nasib generasi di masa mendatang.

"Ternyata sudah tiga belas tahun dan anak gue sudah gede. Itu harus dihukum mati, enggak bisa main-main karena menyangkut generasi selanjutnya," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek juga mengaku setuju apabila pelaku pemalsu vaksin dihukum mati. Sebab, perbuatan para pelaku sudah mengancam keselamatan banyak anak dan balita.

"Kalau sampai merusak generasi kita, pantas menurut saya (dihukum mati)," kata Nila di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Nila mengatakan, anak balita yang menggunakan vaksin palsu otomatis keselamatannya akan terancam. Sebab, vaksin palsu yang sudah dicampur dengan gentacimin tidak akan berefek apa pun bagi kekebalan tubuh.

Nila menambahkan, dengan terungkapnya sindikat pemalsu vaksin ini, Kementerian Kesehatan akan mengadakan vaksinasi ulang untuk mengecek balita yang terkena dampaknya. Vaksinasi ulang ini, tambah dia, bisa dilakukan tanpa dipungut biaya.

"Kita periksa kekebalan tubuhnya ada (vaksin) atau tidak. Kalau tidak ada, ya kita berikan vaksin," ucap Nila.

(Baca: Ikatan Dokter Anak Pastikan Vaksin Palsu Tak Berdampak Serius bagi Penerima)

Bareskrim Polri, seperti dikutip Kompas, menelusuri jaringan distributor vaksin palsu di luar Jakarta. Polisi sudah menetapkan 15 tersangka kasus peredaran vaksin palsu.

Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal (Pol) Agung Setya, penyidik mengembangkan peredaran vaksin palsu di Yogyakarta dan Semarang.

Kemarin, penyidik menahan tersangka berinisial T dan M di Semarang, bagian dari jaringan produsen vaksin palsu.

(Baca: Citra Pembuat Vaksin Palsu yang Berbanding Terbalik dengan Perbuatannya)

Dengan demikian, polisi telah menahan 15 tersangka di sejumlah kota, seperti Jakarta, Tangerang Selatan (Banten), Subang dan Bekasi (Jabar), serta Semarang.

Polisi juga memeriksa 18 saksi dari rumah sakit, apotek, toko obat, dan saksi yang terlibat pembuatan vaksin palsu. Hasilnya, terungkap empat rumah sakit di Jakarta serta dua apotek dan satu toko obat di Jakarta terlibat peredaran vaksin palsu.

Selain itu, Bareskrim Polri pun berkoordinasi dengan Kemenkes untuk mengetahui warga pengguna vaksin. Mereka menanti pengaduan warga terkait vaksin palsu dan hasil uji laboratorium kandungan cairan vaksin palsu.

Pengungkapan kasus vaksin palsu berawal dari temuan penyidik bahwa ada penjualan vaksin tanpa izin edar.

(Baca: 5 Fakta Terbaru Seputar Vaksin Palsu)

Peredarannya dikendalikan tiga produsen, yakni Agus, Syariah, serta pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina.

Semua tersangka dikenai tindak pidana pencucian uang. Penyidik melacak semua aset tersangka. Para tersangka juga disangkakan pasal berlapis karena melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No 8/1999 Perlindungan Konsumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com