Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/02/2017, 13:02 WIB

"Ada teman main gue yang bilang, ‘Iwa, teman gue ada yang cari rapper tuh, anak-anak Guest Band!” kenang Iwa. ‘Teman main’ ini adalah adik ipar Masaru Riupassa, salah satu anggota Guest Band. Band tersebut baru saja diminta oleh label asal Jepang untuk menjadi produser bagi penyanyi bernama Mellyana Manuhutu. Para personil Guest, yang sebagian pernah tinggal di luar negeri dan menyukai musik hip hop, mulai mencari rapper untuk mengisi lagu Mellyana. “Akhirnya gue dikenalin sama anak-anak Guest, dan mereka tes gue dulu.” Tutur Iwa. “Setelah itu, langsung diminta take.”

Album Mellyana, Beatify, dirilis di Jepang pada tahun 1991. Setelah mengisi rap di album tersebut, Iwa mulai menjadi “session rapper” untuk beberapa penyanyi lain dan rutin pergi ke Jepang. “Gue cuma mengisi 8 bar, 16 bar,” tuturnya. Terobosan bagi Iwa justru datang gara-gara persoalan teknis. “Gue diminta bikin satu lagu sendiri buat mengisi waktu saat Mellyana ganti baju atau break.” Kenang Iwa sembari tergelak. “Konser di Jepang pasti dipisah jadi dua segmen. Di antara kedua segmen itu, pasti ada yang tampil.”

Guest Band lantas banting setir jadi rumah produksi, berganti nama jadi Guest Music Production, dan tertarik menjadikan Iwa ‘proyek’ mereka berikutnya. “Anak-anak Guest mulai bilang, ‘Lo bikin rap bahasa Indonesia, dong! Belum ada di sini'," kenang Iwa.

Berbekal piringan hitam langka dan alat sampler yang mereka boyong dari Jepang, Iwa dan Guest Music mulai merekam demo dan menawarkannya ke label-label rekaman. Di luar dugaan, label Musica Studios tertarik mengontrak Iwa.

"Mereka industri banget, mainstream banget," ungkap Iwa. "Sementara, rap masih sangat segmented. Memang sudah ada beberapa MC lain di Bandung pada waktu itu, tapi belum banyak."

Dikontrak sebagai artis oleh label besar memaksa Iwa untuk membenturkan ide-ide gilanya dengan praktik-praktik lazim industri musik. Ketika merancang sampul album perdananya, misalnya, Iwa dengan tegas menolak wajahnya ditampilkan. Namun, ide-ide liar Iwa yang lain – seperti naik panggung dengan topeng – ditolak. "Memang, bisnis tidak bisa dilawan," ujar Iwa. "Akhirnya, gue mencari coba jalur gue sendiri, supaya gue masih bisa menikmati."

Pertaruhan Musica – dan kompromi Iwa – berhasil. Album perdana Iwa K, Kuingin Kembali, dirilis pada tahun 1992 dan laku 100 ribu kopi. Angka yang terbilang memuaskan untuk album debut dari artis pendatang baru yang mengusung genre asing dan hanya mengandalkan gambar ikan di sampul albumnya.

"Saat itu, kita promo keliling radio di beberapa kota, naik sejenis minibus," kenang Iwa. Walau media-media tertentu mulai meliput Iwa K dan memainkan musik rap saat siaran radio, kebanyakan orang pada saat itu masih mengandalkan prinsip lama.

"Mereka harus melihat dulu, baru percaya," ujar Iwa. "Apalagi di kota kecil, bisa-bisa kita diarak dulu keliling kota, hanya supaya orang percaya kita ada. Naik mobil, ada voorijder, dibawa keliling kota. Sekarang, gue ngerasa kocak juga!"

Pada tahun 1993, terobosan sesungguhnya bagi musik rap datang. Iwa merilis album Topeng, dengan single andalan berjudul Bebas. Album tersebut laku 260 ribu kopi, lagu Bebas merajai tangga lagu nasional, dan gelombang baru rapper lokal mulai bermunculan. Dua tahun kemudian, Guest Music merilis album kompilasi Pesta Rap yang berisi lagu dari rapper-rapper muda, dan musik rap kian digandrungi oleh anak muda.

"Saat itu, kalau kita promo, kita harus nge-rap," tutur Iwa. "Ketika orang ketemu dan lihat langsung, dia jadi pengen bisa nge-rap juga. Gue harus menunjukkan ke mereka kalau nge-rap itu keren." Generasi Pesta Rap, tuturnya, termasuk berjasa besar menginspirasi banyak rekan-rekannya untuk mengangkat mikrofon dan menjajal hip hop.

"Saat itu, media memang berperan, tapi yang terpenting adalah para pelaku hip hop itu sendiri," lanjut Iwa. "Percuma juga media mau angkat lo kayak apapun, kalau akhirnya di lapangan lo gagal." Guest merilis Pesta Rap 2 pada tahun 1996 dan Pesta Rap 3 pada tahun 1997, dan hip hop mulai berkembang baik di arus utama, maupun di ranah komunitas.

Sebaliknya, menjelang penghujung dekade 1990-an, Iwa mulai kurang akur dengan labelnya. "Dulu, kewajiban gue mengeluarkan album setahun sekali kendor," ungkap Iwa. "Bahkan waktu masih di industri sekalipun, gue enggak bisa diatur." Ia masih sempat merilis dua album yang sukses – Kramotak! di tahun 1996 dan Mesin Imajinasi di tahun 1998 – sebelum memutuskan untuk tak memperpanjang kontraknya dengan Musica Studio’s. Lepas dari naungan label besar, ia merilis album Vini Vedi Vunky pada tahun 2002.

Memasuki era 2000-an awal, hip hop mulai diabaikan oleh industri musik, meski kian solid di ranah komunitas. Iwa pun memutuskan untuk rehat sejenak dari dapur rekaman. "Gue mulai meraba-raba lagi, sampai di mana sih scene hip hop sekarang?" ujarnya. "Entah itu ketololan, atau itu memang hak gue juga, akhirnya gue memilih berjalan di jalur yang lain dulu."

----

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com