Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesejatian Kelompok Bonita & The Hus Band

Kompas.com - 06/02/2017, 05:00 WIB

Penyesuaian ini tak lepas dari upaya Bonita & The Hus Band tetap mengutamakan musik dan vokal sebagai sebuah kesatuan karya.

Maka itu, tak hanya Bonita, semua personel pun melakukan banyak penyesuaian. Simak permainan musik Adoy, Bharata, dan Jimmy yang juga berbeda. Khususnya Jimmy, yang isian-isian saksofonnya pun banyak penyesuaian.

"Sebagai solois yang memainkan saksofon, seharusnya peranku kayak vokal. Tetapi, karena kami mengutamakan karya, aku juga harus bisa bantu dukung gitar untuk jaga alur harmonisasi yang sebenarnya juga bukan tugas pemain saksofon. Jadi, berat juga sebenarnya. Tetapi seru, lumayan banyak belajar juga," kata Jimmy.

Musik tradisi
Dibandingkan dengan album pertama mereka, Small Miracle, album Rumah lebih menggambarkan Bonita & The Hus Band sebagai kelompok musik.

"Jati diri Bonita & The Hus Band ada di sini, di album ini. Ini menarik sekali. Kami berkembang bersama. Banyak perkembangan di antara kami yang tidak kami rasakan dulu kami rasakan sekarang dan tiba-tiba terpicu sama musik-musik tradisi," kata Bharata.

Dari 13 lagu, nuansa folk sangat mewarnai album ini. Permainan gitar akustik, ukulele, akordeon, dan rebana terasa amat kental.

Perjalanan mereka bersosialisasi di ranah musik, ditambah nilai yang mereka usung, baik sebagai pribadi maupun kelompok, rupanya muncul secara genuine, lalu bersenyawa dalam karya yang mereka lahirkan.

"Saya perhatikan, kami punya minat yang sama pada musik tradisi. Kami sadar, musik punya bentuk dan kekhasan masing- masing. Ini bagi kami perluasan cakrawala. Dengan semangat itu, kami membuat album, enggak dalam kesadaran membatasi genre. Semua proses terjadi secara alami sebagai gaya kolektif kami," ujar Adoy.

Di lagu "Tekadku Ikhlas" yang ditulis Adoy, mereka menggandeng musisi Butong Olala (akordeon), musisi Agung Budiman (rebana), dan penyanyi Silir Pujiwati dari Kua Etnika.

Menjadikan "Tekadku Ikhlas" yang berkisah tentang perjuangan seorang tenaga kerja Indonesia itu terasa kental nuansa folk, Melayu. Unik sekaligus menggelitik. Menjadi sebuah tawaran baru yang berani.

Beberapa lagu lain merespons keresahan terhadap kondisi saat ini ketika banyak orang berseberangan, atau bahkan bermusuhan.

"Kami bukan tipe yang (senang) protes. Jadi, protesnya tidak berbentuk lagu protes, tetapi meresapi lagi, mencari inner peace. Itu ada di lagu 'Lord Guide Me'," kata Bonita.

Di "Satu Hari Sebelum Esok", yang liriknya berbicara tentang semangat menjalani hidup, mereka menyisipkan pesan yang lebih jauh, tentang keberagaman.

Selarik lirik yang dibawakan berulang-ulang, intinya untuk mensyukuri apa yang kita miliki, dinyanyikan dalam empat bahasa, yaitu Nias, Batak, Jawa, dan Indonesia.

Keempat bahasa itu sekaligus mewakili latar belakang keempat personel Bonita & The Hus Band.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com