Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Hasil Kolaborasi 12 Perupa Lokal di Jogja Galeri

Kompas.com - 02/08/2017, 21:30 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

 

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Setiap perupa di Nusantara pasti memiliki gaya dan tekniknya yang berbeda dalam menghasilkan karya. Terkadang teknik dan gaya yang dipakai bisa menjadi ciri khas tersendiri.

Lalu bagaimana jika perupa yang memiliki teknik dan gaya berbeda itu berkolaborasi dalam satu karya?

Seperti yang dilakukan perupa lokal yang tergabung dalam Paguyuban Seniman Imogiri, Dlinggo, dan Jetis (Sidji), mencoba melakukan hal tersebut.

Sebanyak 12 perupa Paguyuban Sidji melukis di atas kanvas dengan panjang 10 meter dan lebar 3 meter. Mereka menghasilkan sejumlah lukisan dengan gaya dan teknik pengerjaan yang berbeda di atas kain kanvas. Objek yang terlukis di atas kanvas pun beragam.

Hasil karya 12 perupa itu dipamerkan di Jogja Galeri, Jalan Pekapalan, Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Selasa (1/8/2017).

Ya, lukisan hasil kolaborasi 12 perupa itu merupakan satu dari puluhan karya seni milik Paguyuban Sidji.

Di Jogja Galeri, Paguyuban Sidji menggelar pameran dengan tema 'Wangsit' selama 10 hari ke depan.

"Ada 60 lukisan dua dimensi dan empat instalasi seni yang dipamerkan sampai 10 Agustus 2017," ujar Mardianto Welud, kurator pameran bertajuk Wangsit, ketika ditemui wartawan di Jogja Galeri, Selasa (1/8/2017).

Dikatakan Mardianto, wangsit merupakan istilah Jawa yang berarti bisikan gaib atau dalam makna lebih luas bisa diartikan sebagai ilham. Menurut dia, diangkatnya tema tersebut tak lepas dari Kecamatan Imogori yang menjadi tempat lahir dan tinggal para perupa yang tergabung dalam Paguyuban Sidji.

"Imogiri merupakan ikon Yogyakarta dengan adanya makam para raja dari zaman Mataram Islam dari generasi ke generasi," ucap Mardianto.

Situs bersejarah itu, lanjut Mardianto, tak hanya berfungsi sebagai makam saja, melainkan juga tempat wisata ziarah. Sampai saat ini, petilasan tersebut masih dipercaya masyarakat Jawa untuk mendoakan leluhurnya sekaligus sebagai sarana mendekatkan diri dengan Tuhan.

"Dengan laku tirakat, diharapkan mampu memahami lebih dalam kehidupan, mengambil spirit positif, dan ilham dari kisah atau cerita tentang sosok para tokoh yang dimakamkan," tutur Mardianto.

Hal itu, kata Mardianto, yang menjadi alasan Paguyuban Sidji memilih judul Wangsit yang merujuk proses spiritual yang dialami seniman dalam berkarya.

"Para perupa ini sadar bahwa ada kesamaan spirit dalam proses mencari dan memahami esensi kehidupan. Sedangkan yang jadi pembeda hanyalah praktik pencapaiannya," kata Mardianto.

Bagi Paguyuban Sidji, tambah Mardianto, pengolahan batin dan intuisi melalui proses berkarya seni akan bermuara para pemahaman tentang esensi sebuah konsep hidup itu sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com