Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarian Cing-cing Goling, Wujud Syukur Masyarakat 

Kompas.com - 03/08/2017, 20:21 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - "Cing... goling, cing... goling, cing... goling..." suara riyuh terdengar saat melintas di Desa Gengrejo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Upacara ritual Cing-cing Goling kembali digelar oleh masyarakat.

Kamis (3/8/2017) Aksi teatrikal diperankan oleh warga setempat yang menceritakan perjuangan pelarian Majapahit.

"Dahulu ada pelarian Majapahit Wisangsanjaya dan Yudopati yang singgah ke wilayah ini. Mereka membuat sungai dan bendungan, airnya digunakan warga untuk irigasi pertanian," kata salah seorang panitia, Murseno, Kamis (3/8/2017).

Keberhasilan pelarian prajurit Majapahit, Wisangsanjaya dan Yudopati berhasil membuat sungai dan bendungan sehingga bisa mengairi lahan pertanian menjadi sawah dan membuat warga setempat menjadi semakin sejahtera. 

Dalam pelariannya, prajurit Majapahit yang sudah bersatu dengan warga setempat, bersama-sama mengusir penjahat dan perampok.

Pada adegan ini belasan orang berlarian menginjak-injak tanaman pertanian milik warga setempat, di lahan sekitar bendungan untuk mengusir gerombolan penjahat.

Pada salah satu adegan, istri Wisangsanjaya mengangkat kembennya atau dalam bahasa jawa disebut cing-cing, saat berlari.

Dalam adegan itu, mereka menarik sambil bernyanyi Cing... goling, cing... goling, cing... goling... sambil mengelilingi tokoh peran wisangsanjaya dan istri beserta seorang pengawal membawa cemeti (pecut). 

Meskipun tanaman diinjak-injak, tetapi petani setempat tidak marah. Mereka justru mengharapkan hal itu. Karena warga setempat percaya, tanaman yang diinjak-injak tidak akan mati, tetapi justru bertambah subur.

"Warga di sini percaya jika tanaman yang dinjak-injak tidak akan mati, malah panen berikutnya akan menjadi subur," kata Murseno.

Ratusan ayam disembelih

Ketua panitia Sudirman mengatakan, upacara ini sebagai wujud syukur atas melimpahnya hasil pertanian warga sekitar yang tidak lepas dari adanya bendungan yang dibangun ratusan tahun lalu. Para petani bisa menanam meski saat ini sedang musim kemarau.

"Bendungan sudah dimoderinisasi sekitar tahun 1974, saat ini bisa mengaliri sekitar 50 hektar lahan pertanian," katanya.

Dalam prosesi adat itu disembelih ratusan ekor ayam, yang dibawa masyarakat sekitar. Hal ini sebagai ungkapan rasa syukur melimpahnya hasil pertanian. Setelah dilakukan kenduri, seluruh makanan dibagikan kembali ke warga, dan pengunjung untuk dibawa pulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com