Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jodhi Yudono
Wartawan dan budayawan

Menulis esai di media sejak tahun 1989. Kini, selain menulis berita dan kolom di kompas.com, kelahiran 16 Mei ini juga dikenal sebagai musisi yang menyanyikan puisi-puisi karya sendiri maupun karya penyair-penyair besar semacam WS Rendra, Chairil Anwar, Darmanto Jatman, dan lain-lain.

Jalan Pulang Hari Moekti

Kompas.com - 25/06/2018, 08:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tiada ada yang bisa menduga perjalanan akhir seseorang.  Seorang manusia bisa saja berada di jalan lurus saat mudanya, tapi kemudian memilih jalan berkelok di hari tuanya. Atau sebaliknya, saat muda memilih jalan terjal dan gelap, saat tua memilih jalan terang.

Demikian juga Hari Moekti, penyanyi rock dan pendakwah yang baru berpulang pada Minggu malam, 24 Juni 2018 di Rumah Sakit Dustira, Cimahi, Jawa Barat. Hari ternyata memilih jalan yang kontras dengan yang dia tempuh saat muda. Kelahiran 25 Maret 1957 ini memilih jalan sunyi, sebuah perjalanan yang menakutkan bagi mereka yang terbiasa dengan tepukan tangan dan sanjung puja seperti yang dialami Hari sebagai seorang penyanyi.

Jalan yang diambil Hari memang bukan jalan biasa. Segala kemewahan harus ditukar dengan kesederhanaan hidup. Segala kemudahan hidup yang penuh pelayanan dari banyak orang berganti harus melayani banyak orang. Sanjung puja berganti dengan cibiran dari mereka yang tak suka dengan jalan yang ditempuh Hari.

Tapi Hari tetap mengambil jalan itu, jalan menuju pulang yang dia tempuh pada Minggu malam kemarin.

Hari Moekti ya Hariyadi Wibowo. Mereka yang mengenyam masa remaja di tahun 80an tentu tahu siapa Hari Moekti. Julukan rocker, kutu loncat, bola bekel, dan entah apalagi, dialamatkan kepadanya.

Rocker, karena dia memang penyanyi rock terdepan pada dekade 80an. Vokalnya yang serak, melengking, dan merdu, adalah jaminan sukses sebuah pertunjukan jika Hari terlibat di dalamnya.

Kutu loncat dan bola bekel, karena Hari memang tak pernah bisa diam saat di panggung. Setiap aksi penggungnya selalu dipenuhi oleh gerakan-gerakan atraktif; mulai dari meloncat, turun dengan tali dari atas panggung, hingga salto. Semua dilakukan Hari, dan cuma Hari yang bisa melakukannya. Energinya sungguh tak ada yang menandinginya di atas panggung.

Maklumlah, Hari adalah salah satu penyanyi yang sadar profesi. Sehingga dia merawatnya secara baik dengan berolahraga secara rutin. Panjat tebing adalah salah satu olahraga kegemarannya.

Pengalaman sebagai jagoan--unyuk tidak menyebutnya preman--membuatnya sadar sepenuhnya akan pentingnya menjaga stamina yang bisa membuatnya siap sedia menghadapi segala cuaca. Hari adalah prototipe manusia yang sungguh-sungguh menjalani pilihan hidupnya, total lahir batin.

Tapi di penghujung tahun 90an, Hari memilih jalan yang lain, jalan sunyi. Jalan yang jauh dari gemerlap lampu, dentumann pengeras suara serta sanjung puja berupa tepukan tangan. Hari memilih jalan spiritual yang pasti cuma dirinya yang mengerti mengapa dia memilih jalan ini.

Barangkali Hari menjalani nubuat yang secara seloroh kerap diucapkan para seniman, bahwa seniman adalah mahluk yang paling dekat dengan Tuhan. Sebab mereka senantiasa berjaga di malam hari, waktu di mana Tuhan menebarkan berkahnya.

Jika serius seloroh kedekatan Tuhan dengan seniman ini, maka tak heran jika banyak seniman di penggal akhir perjalanan hidupnya mendapapat jalan terang. Sebut saja... Sebelum Hari ada Cahyono, Yuke Semeru, Ade Manahutu, dan banyak seniman lainnya, termasuk Cat Steven di belahan barat sana yang beroleh jalan terang.

Seperti saat di dunia hiburan, Hari juga full power, sungguh-sungguh, dan ini kali bertambah menjadi total dunia akhirat.

Jika sebelumnya dia hanya melintas ke sana ke mari di atas panggung, maka setelah jadi pendakwah, Hari melintasi seluruh wilayah Indonesia bahkan hingga ke manca negara, demi pilihan hidup yang diyakininya.

Itu pilihan Hari, itu jalan Hari, dan cuma Hari yang tahu, mengapa dia memilih jalan itu. Saya yang pernah mengenalnya di awal tahun 90an saat dia kerap mengisi acata di TVRI, hanya bisa memandang dari kejauhan sehais dia menjadi pendakwah. Di mata saya, Hari bahagia atas pilihannua itu. Dan dia pun menebarkan kebahagianyaa itu kepada siapa saja yang mengundangnya tanpa tarif, seperti halnya saat dia diundang oleh tetangga di perumahan tempat saya bermukim.

Selamat jalan Hati Moekti, genap sudah perjalananmu kini. Semoga Allah yang Rahman memberimu tempat yang indah, sebagaimana engkau banyak menebarkan keindahan kepada masyarakat Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com