Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Istana, Landung dan Sobary Ketemu di Jogja

Kompas.com - 10/10/2018, 09:48 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com--Landung Simatupang, aktor andal dari Yogyakarta akan membacakan pethilan novel karya Kang Sobary, yang berjudul The President. Setelah dari ‘Istana’, keduanya akan bertemu  Jumat, 12 Oktober 2018,  Pkl. 19.30 di Sociatet Taman Budaya, jl. Sri Wedari 1, Yogyakarta.

Keduanyan bertemu untuk satu pertunjukan, yang diberi tajuk “Landung Membaca Kang Sobary: Arya Pengalasan Masuk Istana” merupakan hasil kreativitas estetik Landung Simatupang yang dipetik dari novel The President. Dalam lakon ini Landung bukan sekadar pembaca yang patuh menerima novel itu apa adanya dan menjadikannya sebuah monolog. Lakon ini hasil kerja Landung sepenuhnya.

Di dalam lakon ini Landung masih harus mencipta—atau mencipta kembali—apa yang sudah dicipta Kang Sobary. Bagi Landung, novel 8 bab ini akan terasa menjadi terlalu panjang untuk dilakonkan semuanya. Keputusan pun diambil secara meyakinkan: dia hanya memetik 4 bab pertama.

Pada bagian-bagian awal novel, ada tokoh muda bernama Arya Pengalasan, seorang santri dari Pesantren Slaga Ima. Penggalan-penggalan sejarah hidupnya menunjukkan dia mumpuni dalam ilmu kanuragan maupun ilmu kajiwan. Tak mengherankan, dialah yang layak dipercaya memanggul mandat tokoh Abah untuk atas nama dunia pesantren mendampingi Presiden. Dari situ lahir gagasan yang membuat Landung memberi judul lakon ini “Arya Pengalasan Masuk Istana”.

Abah seorang kyai dari Pesantren Slaga Ima yang memancarkan karisma, kewibawaan, dan pengaruh yang besar di dunia pesantren, yaitu di kalangan para kyai, santri, dan masyarakat di luar pesantren. Pengaruh dan kewibawaan Abah membuat dia selalu ditempatkan di barisan terdepan, menjadi suri teladan ilmu dan laku bagi dunia pesantren yang begitu luas jangkauannya.
Presiden pernah nyantri pada beliau. Tak mengherankan bila Presiden begitu hormat pada Abah. Juga pada para kyai lainnya. Tak banyak orang yang tahu Presiden orang pesantren. Beliau tak  pernah memamerkan dirinya santri.

Lakon Politik Negeri Kita
Dikisahkan, Presiden tak pernah cemas didemo, tak meradang karena difitnah dan tak merasa takut menghadapi ancaman. Dia memiliki anak buah yang loyal dan siap menghadapi segenap kemungkinan datangnya risiko. Presiden juga cenderung memilih bersikap diam dan membiarkan para lawan politiknya bebas menanggapi sikap diamnya itu.

Landung SimatupangDok. Tembi Landung Simatupang

“Orang bilang ini goro-goro. Hanya goro-goro. Tak usah terlalu dicemaskan. Apalagi cemas berlebihan seperti tersirat di balik berita media, seolah kiamat tinggal besok pagi. Jangan. Tak perlu. Biar saja kalau kita memang harus mengalaminya. Rapopo. Hidup memang sering begitu. Ya, sudah, kita alami saja. Kita patuh dan berserah seperti konsep dunia tarekat, yaitu jalan yang kita tempuh. Ya, jadi bagi kita ada jalan. Ya kita laluilah jalan itu. Enak tak enak kita tempuh. Kita tidak harus tahu apa rahasia di baliknya kalau kita memang tidak tahu. Kita lihat saja nanti bagaimana akhirnya. Tiap yang ada mulanya pasti ada akhirnya. Saya kira inilah yang lebih penting,” kata Presiden.

Lewat “Arya Pengalasan Masuk Istana” Landung, didampingi dua aktor Daru Maheldaswara dan Patah Ansori, membacakan untuk kita lakon politik negeri kita yang makin lama makin terasa seperti “lakon dari alam gaib” yang dimainkan di dunia nyata. Dia tak ingin hanya membuat penonton sekadar menjadi pendengar nukilan The President. Kalau hanya itu, penonton bisa membaca sendiri novel itu di rumah masing-masing.

The President mengajak kita berpikir—atau merasakan—kembali secara bebas lakon politik-keagamaan yang terjadi dewasa ini. Kita, rakyat yang merdeka dan berdaulat, tidak pernah mau disuruh bersikap taklid—apa lagi taklid buta—pada mereka yang merasa berperan sebagai pemimpin agama maupun pemimpin politik. Kita masih bisa melihat alternatif lain yang bebas dari intimidasi dan paksaan.

Kang Sobary menulis novel ini karena merasakan hadirnya ironi demi ironi yang terasa begitu getir di negeri kita. Banyak tokoh agama tampil di tengah-tengah masyarakat, dan menawarkan ajaran mengenai kehidupan yang baik, tapi kita selalu dibuat berdebar-debar karena tawarannya itu disertai kutukan dan ancaman.

Selain itu, tampil pula satu kekuatan politik yang giat menawarkan cara-cara berpolitik yang dianggap sah untuk menakut-nakuti masyarakat. Suatu kutipan dari renungan sebuah karya fiksi dianggap ramalan masa depan yang suram untuk membuat kita takut dan cemas menghadapi masa depan. Dan sebagian dari kita memang menjadi cemas dan takut.

Lakon “Arya Pengalasan Masuk Istana” menyuguhkan pula pertunjukan kesenian lain. Landung mengerahkan sahabat-sahabat seniman lainnya untuk turut membikin khusyuk dan meriah pentas, yang di selenggarakan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), didukung oleh Taman Budaya Yogyakarta serta Perkumpulan Seni Nusantara membaca.***

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com