Timbangan baru bisa sedikit diatur oleh Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen pada 1621. Alat ukur berat ketika itu bernama daatse atau dacing alias datjin (dacin).
Baca juga: Akan Ada Dunia Bakul di Bentara Budaya Yogyakarta
Yang diberi hak untuk membuat dan menyebarkan alat-alat ukur tersebut adalah para mayor atau pemuka bangsa China di Batavia, sekarang Jakarta.
Sepertinya mereka kemudian mendatangkan alat-alat itu dari daratan China. Alat-alat tersebut terbuat dari kayu hitam.
Pada 1923 alat-alat ukur itu diperbaru dengan timbangan-timbangan buatan Eropa dengan beragam bentuk dan fungsi. Alat-alat ukur tersebut harus ditera.
Ternyata, bentuk dan ukuran timbangan itu sangat banyak, dari timbangan untuk kertas yang ukurannya hanya tujuh cm sampai timbangan jenis bascule yang bisa menimbang barang seberat satu ton.
Baca juga: Ali Baba, Aladdin, dan Sinbad Hadir di Bentara Budaya Yogyakarta
Di samping itu, ada juga alat-alat ukur untuk benda cair, antara lain minyak tanah, air, dan zat-zat cair lainnya.
Ada pula alat-alat pengukur panjang, antara lain meteran kayu dan penggaris, serta teodolit untuk mengukur sudut.
Sebagian besar alat yang dipamerkan itu masih bisa digunakan, sedangkan beberapa sudah karatan, karena terlalu lama tidak digunakan lantaran ketinggalan zaman.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan