Di atas panggung, Warih membacakan puisi dengan suara yang menyihir.
Menurut Warih, penyair Indonesia mempunyai kepribadiannya masing-masing saat membacakan puisinya karena "membaca puisi dan mencipta puisi adalah semacam proses penemuan diri."
Menurut Warih, seorang penyair harus menulis puisi dengan baik, tetapi tak wajib bersuara bagus saat membacakannya.
Yang penting adalah penghayatan yang mendalam terhadap kata yang diungkapkan agar puisi itu menjadi sesuatu yang organik dengan diri si pembaca.
Hal lain yang juga menarik diungkapkan bahwa puisi-puisi Warih yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing seperti bahasa Belanda, Jerman, Inggris, Portugal, dan Perancis, sesungguhnya banyak puisi-puisinya (dan puisi penyair Indonesia lainnya) yang "hanya ditakdirkan untuk menjadi puisi Indonesia".
Menurut Warih, penerjemahan sesungguhnya adalah sebuah proses penciptaan ulang, karena ada unsur bunyi dan kata-kata tertentu yang harus diterjemahkan pada kata atau kalimat yang paling mendekati –jika taka da padanan kata.
Maka, dalam puisi, saat berubah rupa dan bunyi menjadi bahasa asing, ada ruh bahasa Indonesia di dalam setiap kata puisi itu yang sudah pasti menguap. Bagaimanapun, bagi Warih, tentu saja penerjemahan tak akan terhindarkan.
Perbincangan tentang kumpulan puisi "Batu Ibu" dan puisi secara umum bersama Warih Wisatsana bisa Anda dengarkan di Spotify.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.