"Bubungan, kayu, kasau, atap, lantai papan semuanya 'bernyawa', mereka bertahan, sementara kita yang hidup biasanya rapuh dan berakhir..."
Ini bukan saja menunjukkan kekuatan sosok Haniyah sebagai ibu yang melindungi anaknya dari segala petaka, melainkan kekuatan empat generasi perempuan turun temurun yang sengaja ditampilkan Erni tanpa memberi perhatian pada peran suami mereka.
Erni seolah sengaja menciptakan tokoh-tokoh perempuan dengan "absennya" para lelaki di dalam keluarga besar rumah Teteruga.
Sebagai pembaca, baik Lily maupun saya tak terganggu dengan absennya para lelaki di keluarga besar itu. Para lelaki tampil sebagai sosok unik di luar keluarga, seperti Naf Tikore atau Ido.
Pada akhir novel, Erni memasuki masa Orde Baru di saat pemerintah kemudian mengacak sistem yang sudah ada. Nasib para petani cengkih, termasuk keluarga Haniyah dan Ala kemudian terpuruk.
"Bagian ini, menurut saya agak mulai melakukan pendekatan jurnalistik,” demikian Lily mengkritik, karena "Erni mulai sibuk mengajukan rangkaian fakta.”
Bagaimanapun, Lily dan saya bersama-sama menganggap novel ini bukan saja bagus dan wajib dibaca. Erni menunjukkan kecerdasannya sebagai pendongeng ulung.
Podcast "Coming Home with Leila Chudori" episode Lily Yulianti membahas karya Erni Aladjai ini bisa ditemukan di Spotify.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.