Gedong Tataan, Kompas
Keluhan ini terungkap dalam dialog warga kedua kecamatan di Teluk Lampung itu dengan anggota DPRD dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesawaran, Jumat (30/4) di aula Pemkab Pesawaran.
Sutaryo, salah seorang kepala desa di Punduh Pedada, mengungkapkan, aktivitas tambak di wilayahnya tidak memberikan kontribusi positif. Tetapi, justru menjadi biang kerok perusak lingkungan dan sarana jalan.
”Lingkungan pesisir di tempat kami ibaratnya pelacur yang terus dieksploitasi pengusaha tambak tanpa ada moral tanggung jawab sedikit pun dari mereka. Mangrove hancur karena tambak. Jalanan rusak oleh ekskavator mereka,” tuturnya.
Saefuddin, Kepala Desa Sukarame, Kecamatan Punduh Pedada, membenarkan minimnya kepedulian pengusaha tambak terhadap lingkungan. ”Masih banyak pengusaha tambak kurang peduli lingkungan,” ujarnya.
Hasil pemantauan LSM Mitra Bentala, sekitar 75 persen kawasan mangrove di sepanjang 96 kilometer pesisir Pesawaran dalam kondisi rusak akibat alih fungsi menjadi areal tambak dan keramba jaring apung (KJA). Ada rencana alih fungsi rawa seluas 20 hektar di Muara Bawang menjadi areal tambak baru.
Asihing Kustanti, Ketua Kajian Pesisir dan Kelautan Universitas Lampung, menyayangkan rusaknya mangrove di pesisir Pesawaran. Padahal, hutan mangrove di Teluk Lampung ini adalah habitat bakau-bakau primadona.
”Jenis bakau yang tumbuh termasuk yang primadona dan unik. Satwanya pun beragam,” ungkapnya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Peternakan Kabupaten Pesawaran Djamaluddin Yusuf mengatakan, pihaknya akan menganggarkan dana untuk studi tentang kondisi mangrove di Teluk Lampung. Studi ini akan dijadikan acuan pembuat kebijakan atau peraturan.