SESUAI dengan riset sejumlah kalangan pada saat pandemi, baik pemerintah atau institusi independen, ada tiga kunci utama pemulihan pelaku ekonomi kreatif. Yakni, kapabilitas sumber daya personal, penguatan ekosistem, dan transformasi digital secara integratif.
Dalam webinar akhir Mei 2021 lalu, tiga hal diatas kembali diulik menjadi rujukan bersama merespons topik yang ditawarkan penyelenggara UOB Indonesia: Peran dan Potensi Seni Rupa dalam Ekonomi Kreatif.
Webinar mengundang narasumber dengan sejumlah praktisi pelaku industri, pakar ekonomi dan staf ahli Kemenparekraf. Mereka adalah periset senior UOB Indonesia, Direktur Art Fair, mantan diplomat, impresariat seni merangkap seniman, sampai penyelenggara UOB painting of the Year.
Baca juga: Betah di Kampung Halaman, Eko Nugroho: Yogyakarta Itu Laboratorium Seni Rupa
Head of Economic and Research UOB Indonesia, Tinjauan Enrico Tanuwidjaja, cukup menggugah audiens aktif menyimak dan berbagi bersama, dengan menyebut istilah unik kondisi global ekonomi dunia sebagai tantangan di era “vaccine”.
Paper singkat yang dikirimkan ke penulis, Enrico menyebut bahwa vaccine merupakan akronim dari volatility, yakni pergerakan cepat disebabkan penguncian ekonomi, yang berangsur-angsur dilepas.
Ambiguity, ketidakjelasan tentang seberapa cepat vaksin memulihkan kondisi ekonomi? Complexity, secara global kompleks keragaman vaksinasi banyak kendala, termasuk distribusi dan jumlah populasi.
Sedangkan confusion, kondisi kebingungan kontrol dan layanan medis yang berbeda di tiap negara. Inoculation, yakni mayoritas populasi mungkin hanya melakukan vaksinasi saat masa kritis jumlah terinfeksi merebak, bukan pencegahan.
New normal, yakni mencipta kenormalan baru via bisnis digital serta emerging stronger yaitu upaya akselerasi adaptasi digital lebih baik.
Enrico memaparkan prediksi tahun 2045, usai pemulihan ada prediksi bahwa Indonesia mampu meningkatkan potensi ekonomi kreatifnya dengan pertumbuhan mencapai 46 persen yang sekarang nomor wahid masih dipegang oleh negara China.
Selanjutnya Enrico menjelaskan bahwa ia optimistis 17 subsektor ekonomi kreatif, seperti aplikasi, game, arsitektur, desain interior, desain visual, desain komunikasi publik, musik, film, fashion, seni rupa dan seni pertunjukkan mampu memberi performa baik di masa depan.
Sejumlah strategi dijabarkan oleh Enrico tentang visi 2045 jika pemerintah dan pelaku ekonomi kreatif mampu menyesuaikan diri dengan penerapan protokol kesehatan pada aktifitas off lines selain digitalisasi, adanya stimulus kepada pelaku bisnis, seperti reduksi pajak, kompensasi fiskal tertentu, dll.
Sementara, kalangan usaha kecil dan menengah mendapatkan intensif bantuan langsung tunai sampai pinjaman lunak yang diterapkan secara konsisten.
Baca juga: Realisasi Anggaran Pemulihan Ekonomi 2021 Capai Rp 219,6 Triliun
Selain itu, ia menekankkan lagi akselerasi atas iklim investasi dan peraturan kebijakan fiskal dan industri yang jelas, pemberdayaan ketrampilan lewat pelatihan, lokakarya, seminar dan tentu saja ini: adaptasi digitalisasi seluruh perangkat kerja dan aktifitas dari hilir sampai hulu (ekosistem) yang memproduksi seni rupa serta peningkatan pemasaran di dalam negeri dan manca negara.
Wakil Kemenparekraf, Joshua Simanjuntak, sebagai staf ahli Menteri Bidang Inovasi dan Kreativitas menyampaikan bahwa kuncinya memang pemerintah memulai menerapkan digitalisasi ekonomi, agar kembalinya produktifitas para pekerja kreatif.
Seperti pemilik galeri, balai lelang, art fair, terutama seniman untuk menciptakan kondisi adaptasi digital menemukan beragam inovasi,