Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Leila S Chudori
Penulis & Wartawan

Penulis, Wartawan, Host Podcast "Coming Home with Leila Chudori"

Muramnya Negeri Senja dalam Bayangan Seno Gumira

Kompas.com - 27/01/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI PENGUJUNG tahun 1996, sastrawan dan wartawan Seno Gumira Ajidarma berhadapan dengan gurun pasir yang tak bertepi.

Seperti seorang pengelana di dalam karyanya, Seno memasuki kota Timbuktu, sebuah kota di tengah Gurun Sahara, negeri Mali yang terdiri dari selimut pasir yang menghadap langit senja keemasan.

Dalam suasana itulah, di antara senewennya si pengelana menghadapi roti dan minuman yang diliput pasir, Seno Gumira menyimpan "senja" di Timbuktu yang kemudian melahirkan novel "Negeri Senja".

"Aku telah menyeberangi tujuh lautan, mendaki dua puluh gunung, menjelajahi tiga gurun, dan menyuruk ke perkampungan suku-suku terpencil, namun aku tidak pernah merasa bisa tinggal di suatu tempat agak lebih lama."

Demikian Seno Gumira Ajidarma memperkenalkan tokoh utama "aku", sang pengelana, sang musafir dalam novel "Negeri Senja" yang ditulis 17 tahun silam.

Seperti Timbuktu, Seno mendefinisikan Negeri Senja sebagai sebuah negeri di mana matahari tak pernah tergelincir dan tak juga benderang di siang hari.

Ratusan tahun negeri yang selalu senja itu menunggu seseorang yang mampu menyelamatkan mereka dari kutukan negeri yang selalu redup dan muram itu.

Lalu, kita merasakan tahun-tahun Orde Baru menyelip dan bersatu dalam negeri fiktif ciptaan Seno.

Syahdan, demikian Seno menulis, Negara Senja dipimpin oleh Puan Tirana, sang penguasa buta yang mempunyai masa lalu yang kelam sekaligus menarik.

Selama 200 tahun, sang Puan memerintah dilindungi oleh pengawal kembar dan yang senantiasa bisa menangkis siapa saja yang berani merobohkan Tirana.

Tak mudah untuk memisahkan novel ini dengan pengalaman kita membaca "Naga Bumi", seri novel silat karya Seno.

Dalam jagat Negeri Senja, kita juga akan menemukan berbagai kelebatan silat antara para pembela Tirana yang mencoba merubuhkan berlapis-lapis kelompok gerakan di bawah tanah yang mempunyai nama-nama menarik dengan karakternya masing-masing.

Berbagai nama dan karakterisasi kelompok itu sungguh sangat mengingatkan pada kelompok di masa pemerintah Orde Baru. Simaklah nama-nama di bawah ini:

  • Gerak Kesadaran, yang didirikan oleh para bekas guru karena sekolah-sekolah sudah dihancurkan;
  • Sabetan Pedang, yang terdiri dari bekas-bekas anggota tentara;
  • Wira Usaha, yang digalang para pedagang;
  • Lorong Hitam, yang menampung para penjahat, para pelacur, dan bekas narapidana;
  • Persatuan Mawar dan Kuda, yang menampung kaum pencinta sesama jenis;
  • Persatuan Peminum Arak, yang dari namanya tentu sudah jelas;
  • Bantai, yang berpendapat kekerasan adalah satu-satunya jalan menggulingkan kekuasaan;
  • Persatuan Perdamaian, yang berpendapat sebaliknya;
  • Daya Pembalasan, yang terdiri dari keluarga tahanan politik dan korban kekejaman Tirana;
  • Melati Hati, yang mewakili kepentingan aliran-aliran kepercayaan yang sudah dihapuskan;
  • Pancaran Sinar Filsafat, yang terdiri dari para filsuf;
  • Teratai Muda, yang terdiri dari kaum pemikir muda;
  • Sembilan Matahari, yang hanya memikirkan lingkungan hidup;
  • Nafas Emas, sebuah perkumpulan meditasi, dan seterusnya.

Nama-nama pergerakan ini sungguh humor gelap gaya Seno Gumira yang mengalami represi Orde Baru dan kini bisa tersenyum-senyum mengenang masa terburuk dalam sejarah kehidupan Indonesia itu, paling tidak sejauh ini.

Harus dimaklumi Puan Tirana--yang tak jelas gendernya meski sang penulis menyebutnya "Puan"--adalah seseorang yang betul-betul keji hingga dia tak sekadar menghantam, membunuh para pemberontak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau