Shanker, sang produser, sadar betul bahwa perseteruan Jupe-DP yang sudah menyeret hukum itu sudah menjadi komoditas. Kesengajaan menjadikan perseteruan itu menjadi komoditas pun tercermin dari adegan pertengkaran selama lima menit yang diunduh di YouTube. Lengkap dengan teks ajakan menonton AGK di akhir klip.
Murahan? Mungkin. Namun orang-orang yang sudah bikin film dengan jerih payah itu pasti akan mengatakan kalau inilah keinginan masyarakat. Yah, kasihan sekali rakyat-rakyat kita: menonton sampah yang tersedia, dibiarkan menikmati suntikan sensasi dua pemainnya yang sedang berseteru. Sampai akhirnya ABG dan dewasa yang penasaran membanjiri gedung bioskop di akhir pekan, di hari Valentine, dan di Maulid Nabi SAW. Sungguh satir.
Kisah film Arwah Goyang Karawang berawal ketika Lilis (Julia Perez) terpaksa kembali menjadi penari di sebuah grup tari jaipong Goyang Karawang karena keadaan ekonomi. Suaminya, Aji (Erlando) di-PHK dan sudah lama menganggur. Aji juga digambarkan pelaku KDRT. Lilis pun kembali mengulang kejayaannya dengan kembali bergabung di pub Bintang Kejora.
Sayang, dia harus mengulanginya dari awal karena pub itu sudah memiliki primadona sendiri. Adalah Neneng (Dewi Perssik) yang sudah mendapat banyak perhatian karena tariannya. Pada suatu malam Lilis pun memancing perhatian. Ia mencampurkan tarian jaipong dengan erotisme. Para penonton yang didominasi laki-laki pun pada keblinger. Lilis pun menjadi primadona dalam sekejap, dan dengan mudah diangkat untuk mengisi acara utama dengan bayaran wah oleh si bos. Neneng pun iri karena posisinya telah digantikan.
Ketika masih remaja Lilis dan Lela adalah saudara kembar yang bisa menari jaipong. Sayang, Lilis yang lebih kalem dan pendiam lebih banyak mencuri perhatian. Termasuk perhatian dari Aji. Lilis juga sempat diajak syuting ke luar negeri oleh seorang bule yang akan memfilm dokumenterkan kesenian Karawang. Namun Lela yang iri akhirnya melakukan tindakan fatal. Karena emosi, ia membuat saudara kembarannya koit. Meski tidak sengaja, namun bagaimanapun kecemburuan dan amarahnya tetap menguasai. Lilis pun dikesankan gantung diri. Intinya, Lela pun menyamar jadi Lilis, menikahi Aji, dan orang-orang pun menyangka kalau yang bunuh diri itu Lela, bukan Lilis.
Nah, bagian ending ini memberikan kebingungan yang mungkin luar biasa pada penonton awam. Bahkan teman saya yang ‘telat’ itu ngaku bingung. Saya juga agak bingung juga karena scene sebelumnya adalah potongan-potongan gambar yang diedit kacau, tidak rapi, dan campur aduk musik score.
Arwah Goyang Karawang. Dari judul saja sudah cukup mengganggu. Arwah identik dengan sesuatu yang punya ruh. Dan goyang Karawang jelas tidak memiliki ruh, kecuali dalam ari konotatif/kiasan/simbolisme. Kalau judulnya memang berkesan simbol, mungkin saya maafkan. Namun film ini telah identik dengan arwah si penari goyang karawang. Nah, kalau maksudnya begini, alangkah baik kalau judulnya Arwah Penari Goyang Karawang.
Di awal scene, saya mendapati Jupe dan Erlando yang sedang bertengkar. Jupe memakai pakaian ala Si Manis Jembatan Ancol, gaun putih sampai selutut lengkap dengan belahan dada yang mencolok. Dan keaduhaian itu belum seberapa ternyata. Manakala banyak sekali eksplorasi sensualitas yang berlebih.
Jupe-DP selalu memperlihatkan belahan dada, ada pula adegan seorang perempuan yang menyentuh selangkangan lelaki dengan ujung jari kakinya, belum lagi terlihat (maaf) putingnya dalam sebuah scene. Ini memang hal yang tidak perlu dipermasalahkan dalam film semacam ini. Sebab dari kacamata realitas, banyak pula perempuan yang berpakaian seksi terutama yang bekerja di sektor marjinal (baca: dunia malam).
Realitas film ini juga ditunjukkan dengan fasih lewat dialog super gamblang dengan diksi sarkastik yang memang lumrah dimoncongkan sebuah komunitas. Sebutlah lonte, anjing, bangsat, burik, bintil, bencong, atau kata-kata lainnya. Dan karena film ini tidak dijelaskan untuk penonton umur sekian dan untuk kalangan mana. Jadi jelas, tontonan ini untuk kalangan urban metropolis dan modern yang (baca: bukan penonton KCB).