Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Warga Jakarta Memilih Berkebun

Kompas.com - 26/05/2011, 13:28 WIB

KOMPAS.com - Kenapa Anda datang kemari? Tanya arsitek Sigit Kusumawijaya, humas komunitas Jakarta Berkebun kepada seorang remaja putri dalam sebuah acara berkebun beberapa waktu lalu. Remaja tersebut menjawab dengan kalimat sederhana, "Kemarin lihat foto teman sedang berkebun, kelihatannya seru kegiatan berkebun ada tanah-tanah yang menempel," ujarnya

Sigit juga bercerita pernah ada seorang ibu dari pinggiran Jakarta, jauh-jauh datang ke Spring Hill Kemayoran Jakarta Pusat, tempat kebun pertama komunitas Jakarta Berkebun berada. Alasannya sangat sederhana, ibu tersebut suka berkebun. Ia rela jauh-jauh datang demi berkebun.

Baik remaja putri dan ibu tadi adalah sebuah contoh dimana warga Jakarta rindu dengan sentuhan hijau di perkotaan. Maka siapapun yang datang bergabung dengan komunitas Jakarta Berkebun, kata Sigit selalu diterima dengan tangan terbuka apapun alasannya.

Baik disadari atau tidak, secara ekologi kegiatan berkebun di tengah-tengah area perkotaan ini dapat menambah ruang hijau di kota Jakarta, ikut membantu pelestarian lingkungan, serta memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk mulai peduli terhadap lingkungan.

"Ide awalnya dari arsitek Ridwan Kamil yaitu berkebun di tengah kota. Kebetulan proyek pertama kami di Spring Hill, Kemayoran. Kami memakai lahan seluas 10.800 meter persegi untuk dimanfaatkan sebagai area berkebun. Gagasan ini juga didukung pihak pengembang perumahan, bahkan karena ide ini beberapa pengembang tertarik membuat kebun-kebun sayuran di area perumahan," kata Sigit

Kegiatan berkebun ini memanfaatkan lahan-lahan kosong atau terbengkelai untuk dijadikan lahan. Tidak ada perjanjian tertulis dalam kegiatan ini, namun ada kepastian lahan tersebut tidak dalam kasus sengketa dan dapat dipakai selama tiga tahun. Akan lebih baik lagi bila pemilik lahan ikut menjadi penggiat kegiatan berkebun. Untuk jenis sayuran yang ditanam, bisa Kangkung, Bayem, Sawi, Terong, Timun, Pare, dan Kedelai.

"Saat ini komunitas masih pro bono, untuk pengembangan lahan masih mengandalkan komunitas. Misalnya ada yang sukarela menyumbang pupuk atau bibit. Tapi ke depan kami berharap dapat serius secara ekonomi, dengan menjual hasil panenan kebun. Dimana hasilnya bisa untuk keberlangsungan komunitas juga membeli bibit baru," ujarnya.

Meski baru ada satu di Spring Hill Kemayoran yang dimulai pada Februari 2011 lalu, Sigit dan komunitas Jakarta Berkebun berkeinginan kebun-kebun sayuran ini akan bermunculan di tempat-tempat lain di Jakarta. "Kami ingin ada juga di tempat lain tidak terbatas di Spring Hill. Kalau bisa di setiap kampung dan dikelola oleh warga juga lebih baik," katanya.

Kegiatan berkebun ini juga menyebar di beberapa kota seperti di Banten, Surabaya, Padang, Solo, Pontianak, Tasikmalaya, Medan, Semarang, Bandung. Sigit mengatakan memang masih ada beberapa kendala terkait keberlangsungan komunitas berkebun ini. Namun, menurutnya itu bisa dipikirkan bersama-sama ke depan. "Harapannya bisa masuk program pemerintah. Namun kita tahu kalau menunggu kebijakan pemerintah itu sulit. Jadi, kami mulai dengan sederhana memberi semangat kepada siapa saja untuk peduli kepada lingkungan lewat berkebun," ujarnya. (Natalia Ririh)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com