Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyatakan "Perang" terhadap Film Murahan

Kompas.com - 06/10/2012, 07:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Wakil Menteri Pendidikan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti menyatakan "perang" terhadap produksi film-film murahan yang belakangan ini banyak beredar di bioskop di Tanah Air. Sikap tersebut dilakukan karena film merupakan bagian dari ekspresi budaya yang dapat membangun karakter bangsa.

"Film-film yang membodohkan masyarakat dan membuat bangsa ini dianggap bangsa primitif oleh bangsa lain karena tidak mampu membuat film dengan baik. Padahal begitu banyak ide-ide yang bisa digali tentang toleransi kearifan lokal, yang jujur dan benar akan memenangkan kehidupan. Film dapat menjadi media strategis untuk mentransformasikan inspirasi bagi generasi muda," katanya pada jumpa pers terkait penyelenggaraan Apresiasi Film Indonesia (AFI) di Jakarta, Jumat.

Wiendu yang didampingi wakil dari Lembaga Sensor Film, Nunus G Supardi, sutradara kawakan Dedi Setiadi, budayawan Tommy F Awuy, dan artis Clara Sinta meyakini film dapat menjadi media strategis untuk mentransformasikan inspirasi bagi generasi muda. Karena itu, untuk menekan lahirnya film-film murahan alias tidak berkualitas seperti film yang mengumbar seks, komedi berbau pornografi dan horor.

Untuk mendorong munculnya film berkualitas, Kemdikbud juga akan menggelar lomba Apresiasi Film Indonesia (AFI) yang mengangkat tema "Nilai Budaya, kearifan Lokal dan pembangunan Kakarakter Bangsa".

"Kami ingin AFI menjadi ajang penyegaran dan pembelajaran sineas dan insan perfilman terhadap isi cerita untuk mengenalkan lebih dalam nilai-nilai toleransi, keberagaman, kearifan lokal dan Cinta Tanah Air sekaligus akan memperkuat peran Lembaga Sensor Film (LSF)," katanya.

Ia mengatakan, lomba penulisan skenario film akan dibatasi untuk cerita anak, nasionalisme, dan kepahlawanan. Total hadiah penulisan skenario ini sejumlah Rp180 juta, di mana praktisi perfilman dan masyarakat umum pun dapat mengikuti.

Film yang dapat menjadi peserta, ialah film yang diproduksi dalam kurun waktu dua tahun. Pendaftaran film dimulai pada 5 Oktober-27 Oktober, penjurian 29 Oktober--14 November, dan malam anugerah akan digelar pada 25 November mendatang.

Pemerintah juga akan menyebar luaskan film-film berkualitas untuk ditayangkan di kawasan 3 T (Tertinggal, Terluar, Terpencil) dengan program Fasilitasi Biora dan membeli lisensi film seperti Negeri 5 Menara, Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku, Sang Pemimpi, dan atau Ayat-Ayat Cinta, dan memutarnya dengan 20 mobil sinema ke kawasan 3 T ini.

Sementara itu, Wakil dari lembaga Sensor Film, Nunus Supardi, mengatakan film-film horor dan berbau kekerasan sebelum tahun 2010 dan jumlahnya mencapai lebih dari 100 film dengan berbagai judul "aneh-aneh".

"Kami memang termasuk bangsa yang memprihatinkan karena sedikit sekali menghasilkan film-film yang mengangkat tema kearifan lokal, kebudayaan bangsa yang kaya dan beragam. Kami harus belajar ke negara lain seperti India dengan industri film Bollywood, tentu saja Amerika dengan Hollywood dan bahkan dunia perfilman Nigeria sekarang maju melalui Nollywood," katanya.

Film-film yang dihasilkan oleh tiga industri perfilman tersebut Hollywood, Bollywood dan Nollywood sebanyak 56 persen menggunakan bahasa lokal dan mengangkat tema-tema budaya lokal, katanya.

"Kalau orang kulit putih mempunyai gaya hidup dengan segala romantikanya kemudian dibuatkan film-nya agar bangsa-bangsa lain mengetahuinya dan bahkan kemudian ditiru menjadi trend seluruh dunia, justru India dan Nigeria cepat sadar dengan memproduksi film-film yang mengangkat tema lokal akhirnya juga dikenal ke seluruh dunia," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau