JAKARTA, KOMPAS.com -- Garin Nugroho (51) bercerita tentang nikmatnya menjadi sutradara. Dengan ”jabatan” itu, dia bisa bebas mengubah cerita yang sudah pakem sesuai dengan penafsirannya sendiri.
”Inilah enaknya jadi sutradara. Bisa menafsirkan cerita seenaknya,” katanya setengah berseloroh saat jumpa pers menjelang pertunjukan Opera Jawa: Selendang Merah, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Opera Jawa yang mengambil epos Ramayana sebagai inti cerita itu menjadi salah satu contohnya. Kisah pewayangan itu diutak-atik Garin sesuai dengan kondisi zaman dan situasi.
Saat mementaskan dua bagian pertama Opera Jawa, yakni Ranjang Besi (2008) dan Tusuk Konde (2010) di Swiss, Belanda, dan Perancis, Garin mengubah akhir kisah di setiap pertunjukan.
Ada yang memang mengisahkan kematian Rahwana di ujung cerita, sesuai ”pakemnya”. Namun, saat pentas di negara lain, yang mati justru Rama atau Shinta.
Nah, untuk pementasan Selendang Merah yang akan digelar di Solo (7 April) dan Jakarta (13-14 April), Garin belum memutuskan akan mengubah akhir cerita atau tidak.
Cerita kali ini mengambil sosok sentral Hanoman, salah satu karakter Ramayana juga. ”Itu tergantung nanti. Bisa sama, bisa juga berbeda,” ujarnya. (ENG)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.